Kita
sebagai manusia merupakan makhluk sosial yang melihat pentingnya berkelompok.
Secara alamiah, manusia tidak dapat hidup sendiri. Dalam memenuhi kebutuhannya
pun manusia tidak jauh dari interaksi dengan manusia lain yang ada
disekelilingnya. Dengan demikian, hampir seluruh waktu kita habiskan untuk
berinteraksi, dididik, belajar serta bermain dalam kelompok. Kelompok terbentuk
karena adanya dua orang atau lebih yang memiliki kontak untuk mencapai tujuan.
Kelompok memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan kelompok adalah suatu
keadaan di masa mendatang yang diinginkan oleh anggota kelompok. Oleh sebab itu
masing-masing anggota melakukan berbagai tugas kelompok.
Ivan
Steiner (dalam Forsyth, 1983) memandang dinamika kelompok melalui dua perspektif, sosiologi dan psikologi. Sosiologi menekankan pada kelompok dan
pengaruh pada kelompok tersebut. Sedangkan psikologi memandang individu sebagai
diri yang unik. Keunikan ini terlihat dari cara berpikir, emosi, dan sikap pada
kelompok. Durkheim (dalam Forsyth, 1983) lebih berfokus pada hubungan
interpersonal pada primary groups.
Sedangkan Gustav Le Bon (dalam Forsyth, 1983) lebih memfokuskan pada dinamika
individu pada kelompok. Pada akhirnya, dinamika kelompok tidak hanya dimiliki
oleh satu disiplin ilmu saja. Keduanya mampu menjadikan dinamika kelompok
sebagai sub bab yang tidak terpisahkan.
Menurut
Johnson & Johnson (2000) kelompok terbentuk karena suatu alasan. Orang
masuk ke dalam suatu kelompok untuk mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai
sendirian. Pengertian kelompok sendiri dapat dilihat dari beberapa sudut
pandang, diantaranya pengertian kelompok berdasarkan :
·
Persepsi
Anggota
kelompok diterima sebagai anggota kelompok dengan menekankan kriteria atau
ukuran tertentu. Smith (dalam Johnson & Johnson, 2000) memandang perlunya
suatu tindakan penyatuan dari masing-masing anggota terhadap kelompoknya.
Pembagian kelompok diharapkan mempunyai kemampuan yang berimbang, sehingga
apabila ada anggota yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi mampu menginduksi
anggota yang lain, sehingga tidak terjadi ketimpangan.
·
Motivasi
Pandangan
ini terjadi karena para ahli mengamati adanya individu-individu yang bergabung
dalam satu kelompok, dan mereka merasa yakin bahwa dengan bergabung dengan
kelompok tersebut, maka kebutuhan yang ada pada dirinya terpenuhi. Menurut
Cattel (dalam Johnson & Johnson, 2000) kelompok adalah kumpulan individu
yang dalam hubungannya dapat memuaskan kebutuhan satu dengan yang lainnya.
·
Tujuan
Mills
(Johnson & Johnson, 2000) menyatakan bahwa kelompok memiliki definisi,
sebagai kelompok kecil yang terdiri dari dua atau lebih dalam sebuah hubungan
untuk sebuah tujuan dan menganggap bahwa hubungan atau interaksi yang terjadi
mempunyai makna. Setiap kelompok memiliki tujuan yang hendak dicapai.
·
Organisasi
Johnson
(2000) menjelaskan bahwa kelompok adalah
suatu sistem yang diorganisasikan pada dua orang atau lebih yang dihubungkan
satu dengan lainnya yang menunjukkan fungsi yang sama, memiliki standar peran
dalam berhubungan antar anggota dan memiliki norma yang mengatur fungsi
kelompok dan setiap anggotanya.
·
Interdependensi
Pengertian
kelompik dapat dilihat dari aspek saling ketergantungan (interdependensi).
Cartwright dan Zender (dalam Johnson & Johnson, 2000) memaparkan bahwa
kelompok adalah sekumpulan individu yang melakukan hubungan dengan orang lain
(sesama anggota) yang menunjukkan saling ketergantungan yang cukup signifikan.
·
Interaksi
Interaksi
atau hubungan timbal balik merupakan komponen yang penting dalam kelompok,
karena dengan hubungan timbal balik tersebut akan ada proses memberi dan
menerima informasi antar anggota kelompok (kebutuhan akan informasi terpenuhi).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa kelompok adalah
sekumpulan orang yang terdiri dari dua atau lebih individu yang melakukan
interaksi satu dengan yang lainnya yang dapat mempengaruhi pada setiap
anggotanya.
Setelah
memahami pengertian kelompok dari berbagai sudut pandang, maka dapat melihat
bagaimana pembentukan kelompok terjadi. Pembentukan kelompok merupakan salah
satu awal dari individu untuk berinteraksi dengan sesamanya. Adapun tahap-tahap
yang perlu diperhatikan dalam pembentukan kelompok yang pertama kali diajukan
oleh Bruce Tackman pada 1965. Teori ini memfokuskan pada cara suatu kelompok
menghadapi suatu tugas mulai dari awal pembentukan kelompok hingga proyek
selesai. Tahap pembentukan kelompok
Tuckman dapat dilihat sebagai berikut:
|
Definisi
|
Contoh
|
Forming
|
Kelompok
baru saja dibentuk dan diberikan tugas. Anggota kelompok masih cenderung
untuk bekerja sendiri dan masih belum saling mengenal sehingga belum bisa
saling percaya.
|
Ketika
ospek, para mahasiswa seangkatan belum saling mengenal sehingga mereka
berkenalan
|
Storming
|
kelompok
sudah mulai mengembangkan ide-ide yang berhubungan dengan tugas yang mereka
hadapi. Sehingga konflik kemungkinan akan muncul.
|
Mencari jalan keluar
untuk menyelesaikan permainan yang menjadi tantangan, beberapa anggota telah
mulai berani mengungkapkan pendapat. Kemungkinan akan terajadi beda pendapat
dan konflik muncul.
|
Norming
|
Kelompok
mulai menemukan kesesuaian dengan kesepakatan yang mereka buat mengenai
aturan-aturan dan nilai-nilai yang digunakan.
|
kelompok
mahasiswa ospek tersebut mulai saling menentukan jalan keluar mana yang
mereka pilih untuk menyelesaikan permainan
|
Performing
|
Kelompok
dapat berfungsi dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas dengan lancar.
|
Kelompok mahasiswa
ospek yang telah menentukan peraturan dan fungsi anggota memulai mengerjakan
permainan sesuai dengan tugas yang telah disepakati.
|
Adjourning
|
Tugas atau pekerjaan
berakhir dan kelompok membubarkan diri.
|
kelompok
mahasiswa ospek telah menyelesaikan permainan dan ospek telah berakhir.
|
1.
Tahap
1 – Forming
Pada
tahap ini, kelompok baru saja dibentuk dan diberikan tugas. Anggota kelompok
masih cenderung untuk bekerja sendiri dan masih belum saling mengenal dan belum
bisa saling percaya. Waktu banyak dihabiskan untuk merencanakan, mengumpulkan
informasi dan mendekatkan diri satu sama lain.
Contoh:
dalam suatu acara ospek, para mahasiswa seangkatan belum saling mengenal antara
mahasiswa satu dengan yang lain, ketika dibagi kedalam suatu kelompok-kelompok
kecil, setiap mahasiswa melakukan suatu perkenalan dan saling menanyakan
identitas teman sekelompok.
2.
Tahap
2 – Storming
Pada
tahap ini kelompok sudah mulai mengembangkan ide-ide berhubungan dengan tugas
yang mereka hadapi. Anggota kelompok saling terbuka dan mengeluarkan ide-ide
dan perspektif mereka masing-masing. Sehingga kemungkinan tejadinya konflik.
Contoh
: Kelompok kecil mahasiswa ospek yang telah saling mengenal tersebut dihadapkan
pada suatu permainan kelompok. Ketika mencari jalan keluar untuk menyelesaikan
permainan tersebut, beberapa anggota telah mulai berani mengungkapkan pendapat.
Pendapat yang bervariasi memungkinkan terjadinya konflik.
3.
Tahap
3 – Norming
Pada
tahap ini sudah terdapat kesepakatan antara anggota kelompok. Kelompok mulai
menemukan kesesuaian dengan kesepakatan yang mereka buat mengenai aturan-aturan
dan nilai-nilai yang digunakan. Pada tahap ini, anggota kelompok mulai dapat
mempercayai satu sama lain seiring dengan melihat kontribusi penting
masing-masing anggota untuk kelompok.
Contoh:
kelompok mahasiswa ospek tersebut mulai saling menentukan jalan keluar mana
yang mereka pilih untuk menyelesaikan permainan. Mereka membuat suatu
kesepakatan seperti menentukan siapa yang harus memimpin permainan dan siapa
yang bekerja menyelesaikan tugas permainan.
4.
Tahap
4 – Performing
Pada
tahap ini, kelompok dapat berfungsi dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas
dengan lancar dan efektif. Anggota kelompok saling tergantung satu sama lain
dan mereka saling respek dalam berkomunikasi.
Contoh:
Kelompok mahasiswa ospek yang telah menentukan peraturan dan fungsi anggota
memulai mengerjakan permainan sesuai dengan tugas yang telah disepakati.
5.
Tahap
5 – Adjourning
Ini
adalah tahap terakhir dalam kelompok dimana proyek tugas atau pekerjaan
berakhir dan kelompok membubarkan diri.
Contoh:
kelompok mahasiswa ospek telah menyelesaikan permainan dan ospek telah
berakhir. Sehingga mereka membubarkan kelompok mereka.
Dalam
sebuah kelompok terdapat struktur yang membentuk perilaku anggotanya dan
memungkinkan untuk menjelaskan sebagian perilaku individu di dalam kelompok
maupun kinerja kelompok itu sendiri. Struktur
kelompok terdiri dari:
|
Definisi
|
Contoh
|
Peran
|
Harapan dalam
menjelaskan tindakan yang layak dari seorang anggota dalam suatu posisi
terhadap posisi lain yang berhubungan.
|
ketua, wakil ketua,
sekertaris
|
Norma
|
Kepercayaan umum
berdasarkan kelayakan, sikap, pandangan anggota kelompok, peran, tersirat
atau tidak, yang mengatur anggota kelompok
|
Kedisiplinan, saling
menghargai, bertanggung jawab
|
a.
Norma
Norma merupakan standar perilaku yang dapat diterima
yang digunakan bersama oleh para anggota kelompok. Norma memberitahukan kepada
anggota apa yang seharusnya dan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Norma
sebagai elemen dasar dalam struktur kelompok sebagai arahan dan motivasi,,
pengatur interaksi sosial, serta membuat tanggapan orang lain tersebut dapat diprediksi
dan bermakna. Johnson dan Johnson (2000)
menyatakan bahwa norma sebagai keyakinan umum dalam kelompok mengenai perilaku,
sikap serta persepsi yang sesuai. Adapun 2 bentuk norma yaitu norma deskriptif dan norma perspektif
dimana yang artinya sebagai berikut:
·
Norma
deskriptif merupakan apa yang sering dilakukan, dirasakan,
serta dipikirkan oleh orang ketika sedang berada dalam suatu situasi tertentu. Contoh: ketika di jalan tol ada himbauan bagi kendaraan
yang berjalan lambat untuk berjalan di bahu kiri dan bagi kendaraan yang ingin
mendahului dan melaju cepat untuk berjalan di lajur kanan.
·
Sedangkan norma perspektif yang lebih evaluatif, menjelaskan apa yang harus
dan tidak boleh dilakukan oleh individu pada situasi tertentu, dan jika ada
yang melanggar akan dinilai negatif.
Contoh: perintah membayar pajak untuk para wajib pajak, bagi yang tidak
mematuhi akan dikenai sanksi.
Kelompok kadang mengadopsi norma sebagai aturan
kelompok mereka, tetapi norma-norma kebanyakan muncul secara bertahap karena
anggota kelompok mencoba menyelaraskan perilaku mereka sampai mereka sesuai
dengan standar tertentu. Dalam proses perkembangan norma, ada seorang peneliti
bernama Muzafer Sherif (Forsyth, 1983) yang mencerminkan bagaimana orang-orang
dalam kelompok dari waktu ke waktu datang untuk mengembangkan standar yang
berfungsi sebagai kerangka acuan bagi perilaku dan persepsi. Sherif mempelajari
perkembangan norma dengan mengambil keuntungan dari gerak refleks. Dalam
penelitiannya, Sherif menemukan bahwa individu cenderung mengambil keputusan
itu sendiri. Akan tetapi ketika individu tersebut telah berada dalam sebuah
kelompok, pada sesi pertama dalam kelompok, individu tersebut mulai
mempertimbangkan keputusan lain dari anggota kelompok lainnya. Selanjutnya,
keputusan individu tersebut menjadi satu keputusan kelompok. Proses bersatunya
keputusan menjadi satu keputusan dalam kelompok oleh Sherif disebut sebagai funnel pattern atau motif corong.
Menurut Sherif, norma berkembang karena adanya interaksi antar anggota kelompok
tersebut.
Sherif menyimpulkan bahwa
norma-norma baru berkembang dalam kelompok bila konteksnya menyediakan sedikit
informasi untuk menuntun tindakan atau untuk memungkinkan anggota untuk
menyusun keyakinan. Menurut Kelman (dalam Forsyth, 1983) mereka yang mematuhi
norma kelompok bahkan ketika tidak ada tekanan eksternal untuk melakukannya,
menunjukkan bahwa mereka secara pribadi menerima standar tersebut sebagai milik
mereka. Kelompok juga menginternalisasikan norma yang ada pada kelompok mereka
dengan cara menerima norma tersebut sebagai standar yang pasti bagi perilaku
mereka.
b.
Peran
Dalam suatu kelompok masing-masing anggota tentu
tidak melakukan hal yang sama dalam mencapai tujuan. Setiap anggota memiliki
tugas dan fungsi yang berbeda sesuai dengan harapan. Dengan kata lain, anggota
kelompok yang berbeda tentu akan memainkan peran yang berbeda. Contoh: tugas
dan tanggung jawab seorang direktur adalah memimpin perusahaan. Tugas karyawan
adalah mengikuti perintah atasannya.
Role
differentiation
Terkadang
masyarakat sengaja menciptakan perannya. Hal ini ditunjukkan dalam kelompok
untuk memperjelas eksistensi mereka. Tidak hanya formal group structure yang dibentuk, namun kelompok juga akan kemungkinan membentuk informal group structure. Hal ini mengidentifikasikan peran dari
masing-masing anggota kelompok yang bervariasi.
Forsyth
(1983) menyatakan bahwa role
differentiation adalah perbedaan peran dalam suatu kelompok, misal menjadi pemimpin, pengikut, atau pengeluh.
Dalam suatu kelompok tentulah tidak akan memiliki peran yang sama pada
anggotanya. Ada yang berperan sebagai pemimpin sehingga dituntut untuk optimis.
Meskipun bukan menjadi jaminan bahwa dengan status tertentu, setiap anggota di
asosiakan dengan sifat terrtentu.
Type
of roles
Benne
dan Sheats (dalam Forsyth, 1983) membagi peran atas:
·
Task
role: anggota kelompok yang melakukan tugasnya untuk
mencapai tujuan tertentu pada kelompok tersebut. Misalnya sebagai coordinator, elaborator, energizer,
evaluatorcritic, information giver, information seeker, dan opinion seeker.
·
Sociemotional
role:
Posisi anggota dalam kelompok untuk mendukung perilaku interpersonal secara
akomodatif. Misalnya compromiser,
encourager, follower, dan harmonizer.
·
Individual
role : peran
individu yang tidak berkontribusi dengan besar, namun tetap dibutuhkan
perannya sebagai penopang kebutuhan kelompok. Misalnya aggressor, block, dominator, dan
help seeker.
Terdapat perbedaan dengan ketiganya karena setiap
anggota akan tidak mudah untuk mencapai task
role dan sociemotional role secara
bersamaan. Masing-masing telah memiliki spesifikasinya sendiri. Spesifikasi
tugas cenderung untuk
mendapatkan pertanyaan lagi, menampilkan
ketegangan, antagonisme, dan
perselisihan.
Sedangkan spesifikasi sosioemosional menerima demostrasi
dari solidaritas, pengurangan ketegangan,
dan solusi
dari masalah.
Namun bukan berarti anggota kelompok tidak mampu menjalankan sekaligus. Bahkan
ketika anggota kelompok melakukan keduanya, maka peran mereka akan menjadi
lebih efektif.
Role
stress
Peran
tidaklah semudah yang dibayangkan. Kadang terdapat benturan sehingga
menimbulkan konflik dengan anggota kelompok yang lain. Ketika hal ini terjadi
peran mereka menjadi kompleks.
·
Role
ambiguity : ekspektasi yang tidak jelas
tentang perilaku yang akan dilakukan
oleh individu yang menempati posisi
dalam kelompok. Sehingga ketika hal ini dirasakan oleh
seseorang, maka dia akan kebingungan harus berperan seperti apa dalam kelompok
tersebut.
·
Role
conflict : Konflik yang terjadi secara intragroup dan intraindividual yang merupakan hasil dari ketidakcocokan
peran. Misalnya ketika seseorang mengalami pergolakan dengan perannya
sendiri akibat dari peran oranglain yang tidak sesuai sehingga mengacaukan
perannya sendiri. Hal inilah yang dinamakan intrarole
conflict. Namun apabila ketidakcocokan antara dua peran sekaligus hal ini
dinamakan interrole conflict.
·
Role
conflict group performance: konflik dari peran yang
terjadi pada anggota cenderung mengakibatkan konflik pada performa kelompok.
Apabila hal ini terjadi maka keberlangsungan kelompok secara tidak langsung
akan terancam.
PUSTAKA
ACUAN
Forsyth,
D.R. (1983). An introduction to group
dynamics. California:Brooks/Cole Publishing Company.
Johnson,
D.W. & F. P. Johnson. (2003). Joining
together: Group theory and group skill, fourth edition.
Sangat bermanfaat gan, Silahkan juga kunjungi
ReplyDelete1. #7 Pengertian peran Menurut Para Ahli lengkap dengan Daftar Pustakanya
2. Kumpulan materi pelajaran SD, SMP, SMA, tugas sekolah lengkap dengan jawaban dan materi perkuliahan (www.materibelajar.id)
izin copy yah
ReplyDelete