RSS
Facebook
Twitter

Tuesday, December 11, 2012

konformitas dan kohesivitas



Konformitas merupakan suatu perubahan tingkah laku atau keyakinan sebagai hasil dari tekanan dalam suatu kelompok baik yang dirasakan secara nyata maupun dalam bayangan. Dalam konformitas, individu merasa butuh untuk memenuhi harapan kelompok karena individu tidak ingin untuk ditolak dalam kelompok. Sehingga dapat disimpulkan konformitas adalah  bentuk sikap penyesuaian diri seseorang dalam masyarakat atau kelompok karena dirinya terdorong untuk mengikuti kaidah-kaidah serta nilai-nilai yang sudah ada di dalam kelompok.
Norma di dalam kelompok merupakan suatu aturan yang dapat diterima oleh anggota kelompok sebagai suatu sistem di dalam kelompok tersebut. Sebagai contoh adalah bagaimana peran gender dapat memengaruhi perilaku individu. Laki-laki cenderung berperilaku sesuai dengan peran laki-laki dan perempuan berperilaku seperti perannya sebagai seorang perempuan. Berperilaku sebagai laki-laki maupun perempuan ini dikarenakan identitas diri yang telah dibentuk melalui sosialisasi. Sejak masih bayi pun individu laki-laki dan perempuan diperlakukan berbeda, diberi pakaian yang berbeda, dan juga mainan yang berbeda (Henslin, 1997). Norma ini lebih bersifat subjektif, tidak selalu terikat pada kondisi objektif dan dapat berubah sesuai dengan kesepakatan. Seperti contoh pada budaya Arab, sesama pria saling mencium pipi merupakan hal yang wajar, sedangkan menurut budaya Timur seperti Indonesia, hal tersebut merupakan hal yang tidak wajar dan tabu untuk dilakukan.  

I.                   Contoh Kasus: The Corona Trial Jury: The Group as Arbiter of Justice
Corona adalah seorang Mexico yang telah mencoba untuk melakukan pembunuhan terhadap 25 pria California. Polisi telah menemukan badan jenazah tersebut telah dikubur di kota Yuba. Jaksa menyusun kasus ini dengan ratusan bukti-bukti yang berkaitan dengan Corona. Tetapi apakah Corona dapat dikatakan bersalah sebagai salah seorang largest mass murders dalam sejarah US?
Trial jurors untuk kasus Corona terdiri 12 orang yang tidak saling kenal satu sama lain, dipilih secara acak dari suatu komunitas, tidak berasal dari lembaga hukum, dan lain-lain. Mereka bersama-sama berdiskusi dari jam ke jam, meninjau bukti-bukti yang ada, menyampaikan interpretasi mereka masing-masing, menunjukkan ketidakkonsistenan dari masing-masing alasan yang disampaikan, dan juga voting melalui secret ballot. Selama 8 hari mereka melakukan hal-hal tersebut dan hingga pada akhirnya sampai pada suatu keputusan yang menyatakan bahwa Corona telah bersalah.
 Bagaimana keputusan ini dapat dicapai? Keputusan tersebut dapat dicapai karena adanya social influence yang merupakan suatu proses interpersonal yang dapat merubah pikiran, perasaan, dan perilaku anggota kelompok. Majority influence ini mendorong semua anggota kelompok secara bersama-sama untuk menuju konsensus dan kestabilan. Pada kasus Corona, awalnya tidak semua juri sependapat bahwa Corona bersalah, maka mereka menghabiskan banyak waktu untuk mendiskusikan dan menyatukan beberapa argumen yang berlawanan ini. Majority influence meningkatkan konsensus di dalam kelompok tersebut, minority influence menopang individualitas dan inovasi.


II.                Macam-macam sosial respon
Terdapat 2 macam sosial respon yaitu konformitas dan non konformitas. Konformitas dibagi menjadi dua bagian yaitu conversion atau private acceptance dan compliance. Sedangkan non-konformitas juga dibagi menjadi dua bagian yaitu counterconformity atau anticonformity dan independence.
  • Conversion atau Private Acceptance
Perubahan perilaku dan keyakinan seseorang yang sesuai dengan tekanan dari kelompok, namun dirinya sendiri memang menghendaki perilaku tersebut.
Contoh : Saya memiliki kelompok/gank yang memiliki kebiasaan merokok, pada suatu hari semua teman saya menyuruh saya merokok, saya sendiri orang yang bersikap positif terhadap rokok, maka saya akan dengan senang hati berkonformitas.
  • Compliance
Perubahan perilaku dan keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok tetapi dirinya sendiri tidak menghendaki perilaku tersebut.
Contoh: Saya memiliki kelompok/gank yang memiliki kebiasaan merokok, pada suatu hari semua teman saya menyuruh saya merokok, saya sendiri orang yang bersikap negatif terhadap rokok, namun saya tetap merokok demi memnuhi harapan kelompok.
  • Counterconformity atau Anticonformity
Suatu tindakan yang merupakan kebalikan dari apapun yang direkomendasikan kelompok.
Contoh: Saya memiliki kelompok/gank yang memiliki kebiasaan merokok, pada suatu hari semua teman saya menyuruh saya merokok, saya sendiri orang yang bersikap negatif terhadap rokok, sehingga saya akan mengadakan gerakan anti merokok untuk memerangi perilaku merokok.
  • Independence
Orang-orang yang menolak untuk tunduk kepada kehendak mayoritas, dapat mereka menunjukkan kemerdekaan. Melakukan sesuatu sesuai dengan norma mereka sendiri.
Contoh: Saya memiliki kelompok/gank yang memiliki kebiasaan merokok, pada suatu hari semua teman saya menyuruh saya merokok, saya sendiri orang yang bersikap negatif terhadap rokok, saya tidak akan iikut merokok namun saya tetap menghargai kehendak teman saya yang ingin merokok.



Jika hal tersebut digambarkan dalam bentuk tabel, maka akan menjadi sebagai berikut:
Public Position
Private Position
Agree
Disagree
Agree
conversion atau private acceptance
compliance
Disagree
counterconformity atau anticonformity
independence

Dalam sebuah kelompok, suara mayoritas akan memengaruhi suara minoritas. Semakin besar suara mayoritas, maka akan semakin mudah membuat suara minoritas berkonformitas. Namun terkadang kelompok minoritas juga bisa menolak tekanan dari kelompok mayoritas. Hal tersebut dapat dilakukan ketika tekanan dari kelompok mayoritas tidak sepenuhnya bulat atau meyakinkan sehingga mereka dapat mengabaikan tekanan tersebut. Seperti ketika di dalam sebuah kelompok belajar yang beranggotakan 10 orang.. Ketika terdapat 8 orang mengungkap suatu pendapat yang sama, maka 2 orang lainnya akan cenderung untuk setuju dengan pendapat yang lainnya. Namun jika 2 anggota tersebut dapat menunjukkan kekuatan dari pendapatnya dan terdapat bukti, maka mereka akan membuat 8 temannya untuk berkonformitas dengan mereka.
Status dan pengaruh juga berhubungan dekat. Orang yang memiliki status tinggi di dalam kelompok biasanya lebih tidak dapat menyesuaikan diri daripada mereka yang berstatus lebih rendah. Karena orang yang berstatus tinggi akan cenderung menjadi leader yang dapat membuat orang yang berstatus lebih rendah berkonformitas. Seperti misalnya, dalam suatu gank, orang yang dianggap sebagai pemimpin gank akan cenderung berperilaku sebagai leader yang suaranya akan diikuti anggotanya.
Terdapat tiga faktor dasar yang biasanya memengaruhi terjadinya konformitas. Pertama, pengaruh normatif mendorong kita untuk merasa, berpikir, dan bertindak dalam cara-cara yang konsisten dengan standar sosial kelompok kita. Standar-standar ini akan menggambarkan perilaku apa yang harus dan tidak harus dilakukan dalam setiap situasi sosial. Seperti misalnya di dalam suatu kelompok belajar yang memiliki prinsip bahwa ketika mengerjakan ulangan mereka tidak akan mencontek, hal itu sudah terinternalisasi, sehingga pada setiap ulangan, kelompok belajar tersebut tidak akan  mencontek.
Kedua, pengaruh informasi terjadi setiap kali kita melihat orang lain untuk mendapatkan informasi. Seperti yang tercatat dalam teori perbandingan sosial, individu adalah sumber informasi berharga tentang dunia sosial, mayoritas berpengaruh karena kita berasumsi bahwa jumlah orang yang besar tidak bisa semua salah, dan minoritas berpengaruh karena mendorong untuk mengevaluasi kembali posisi kita.
Ketiga, adalah interpersonal influence yang berarti persuasi, penawaran, perjanjian, dan bahkan ancaman penolakan. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang tidak berkonformitas, umumnya tidak disukai dalam kelompok.
Contoh nyata ketiga hal yang mempengaruhi konformitas diatas dapat dijelaskan dengan contoh seperti ketika dalam suatu kelompok belajar memiliki prinsip bahwa mereka semua tidak akan mencontek ketika ulangan. Hal itu adalah norma yang yang dipegang kelompok tersebut dan setiap anggota menjalaninya sesuai norma yang ada. Mereka dapat melakukan hal itu karena adanya informasi positif dari keuntungan tidak mencontek. seperti misalnya, nilai yang mereka dapat lebih baik, mereka tidak merasa bersalah, dan mereka merasa lebih bangga karena hal tersebut adalah hasil usaha mereka sendiri. Sedangkan faktor interpersonal nya adalah mereka akan konsisten pada perilaku itu karena hal itu adalah prinsip kelompok, jika mereka tidak berperilaku sesuai norma kelompok, maka mereka akan mendapat atau merasakan ancaman penolakan dari kelompoknya.

KOHESIVITAS

I.              The nature of group cohesion
Group cohesion adalah ketertarikan mutual antara anggota kelompok yang menghasilkan sebuah keinginan untuk tetap berada dalam kelompok. Kelompok dengan kohesivitas yang tinggi, dikarakterisasikan oleh kemudahan menentukan sebuah tujuan, kemudahan mencapai tujuan, dan kemudahan antar anggota kelompok mempengaruhi anggota lainnya sehingga mudah terjadi konformitas karena mereka akan merasa pada keputusan satu sama lain. Semakin tinggi tingkat kohesivitas sebuah kelompok semakin meningkatkan kemungkinan anggota tersebut tetap berada dalam kelompok dan  berpartisipasi dalam aktivitas kelompok.

II.           Definisi kohesivitas
a.              Kohesivitas sebagai daya ikat
Kohesivitas sebagai daya ikat berarti kekuatan yang dilakukan oleh seluruh anggota kelompok agar dapat menjaga keutuhan kelompoknya dan menyelesaikan masalah atau rintangan secara bersama-sama. Kelompok yang memiliki tingkat kohesivitas tinggi maka antar anggota kelompoknya akan merasa memiliki keterikatan satu sama lain biasanya terlihat dari tingginya tingkat kebersamaan.
b.             Kohesivitas sebagai kesatuan kelompok
Kohesivitas sebagai kesatuan kelompok berarti setiap anggota kelompok merasa aman, nyaman dan berada di kelompok yang tepat. Selain itu, satu anggota dengan anggota yang lain dalam kelompok ini merasa seperti dalam satu keluarga, mereka memiliki satu misi dan visi yang sama. Contohnya, di Walt Disney, mereka yakin bahwa mereka adalah anggota animasi terbaik di dunia dan percaya bahwa mereka akan menapai tujuannya.


c.              Kohesivitas sebagai atraksi
Kohesivitas sebagai atraksi dapat dibagi menjadi dua level. Pertama, level individual, yaitu ketertarikan antara satu anggota dengan anggota lainnya, dan kedua pada level kelompok yaitu ketertarikan individu tersebut tehadap kelompok itu sendiri. Akan tetapi ada beberapa ahli teori yang berpendapat bahwa, atraksi yang dapat digolongkan sebagai kohesivitas kelompok adalah atraksi pada tingkat kelompok. Seperti misalkan, seorang pemain bola yang tertarik terhadap kemampuan, kehebatan kekompakan suatu tim, akan berusaha keras demi tim, dan merasa senang dan bangga dalam tim tersebut.
d.             Kohesivitas sebagai kerjasama kelompok
Kohesivitas adalah kemauan anggota untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Sebuah kelompok dapat dibilang memiliki kosehivitas yang tinggi jika mereka mengejar tujuan kelompoknya dengan intensitas yang tinggi. Sebagai contoh kelompok militer dengan basis untuk menyelesaikan misi tertentu memiliki tingkat kohesivitas yang tinggi.
e.              Kohesivitas sebagai multidimensional
Kohesivitas adalah sebuah konstruksi yang memiliki dimensi yang tinggi, sehingga tidak ada satu jenis kohesivitas umum. Kohesivitas pada kelompok bisa terjadi karena berbagai kemungkinan misalnya semua anggota dari suatu kelompok adalah teman yang baik, atau memiliki rasa keterikatan yang kuat terhadap kelompok yang bersangkutan.


III.        Kohesivitas dapat diukur dengan berbagai cara, yaitu:
a.              Dengan menggunakan observasi
Observasi ini dapat dilakukan untuk melihat ketegangan kerja dalam kelompok atau kelancaran dan keakraban diantara anggotanya. Selain itu dengan mengobservasi, dapat menggolongkan kelompok berdasarkan kesamaan mereka sehingga diharapkan kerja mereka menjadi efektif misalnya kelompok yang ramah dikelompokkan dengan kelompok yang ramah begitu juga dengan kelompok yang serius dikelompokkan dengan kelompok yang serius.
b.             Pendekatan self reporting
Self-reporting adalah individu yang berada dalam suatu kelompok melaporkan tingkat kohesivitas yang ada di kelompoknya, dapat dilakukan dengan cara:
o   The Group Environment Scale (GES)
Mengukur kohesivitas dengan pertanyaan iya dan tidak. Beberapa contoh pertanyaannya seperti “Apakah ada rasa kesatuan dan kohesivitas dalam kelompok ini?”
o   The Group Attitude Scale (GAS)
Mengukur kohesivitas dengan mengukur kohesivitas dengan menanyakan keinginan untuk diidentifikasikan dan diterima sebagai anggota kelompok dengan menanyakan, “Seberapa keinginan untuk tinggal dan merasa menjadi bagian dari kelompok ini?”
o   The Group Environment Questionnaire (GEQ)
Mengukur kohesivitas dapat dilakukan dengan menggunakan dua pertanyaan yaitu pertanyaan yang fokus pada penggabungan kelompok misalnya, “Apakah kamu merasa bahwa kelompokmu bekerja sebagai suatu kesatuan yang utuh untuk mencapai suatu tujuan?”. Serta pertanyaan yang berfokus pada daya tarik kelompok tersebut misalnya dengan bertanya, ”Apa yang  kamu sukai dari kelompokmu?”.



o   The Perceived Cohesion Scale (PCS)
Mengukur kohesivitas dengan cara meminta anggota dari suatu kelompok untuk memberi tanggapan secara langsung mengenai perasaan mereka terhadap kelompoknya dan antusiasme yang ia miliki terhadap kelompoknya. Seperti pertanyaan, “Dari skala 1-10, seberapa senang anda dengan kegiatan dalam kelompok anda?”.

IV.             Tahapan pengembangan kelompok
a.      Orientation (forming)
Tahapan orientation ditandai dengan adanya ketegangan ringan adan perubahan yang hati-hati. Hal ini dikarenakan, setiap anggota dalam kelompok kurang saling mengenal dan dengan hati-hati mereka memonitor relasi mereka. Akan tetapi anggota dalam kelompok ini terlihat kurang terlibat, kurang termotivasi dan merasa bosan. Contohnya, Sebuah kelompok yang dibentuk dalam kegiatan ospek pada kampus, akan sering terjadi perselisihan dan anggotanya kurang antusias dalam mengikuti kegiatan yang ada.
b.      Conflict (storming)
Konflik yang terjadi dalam kelompok tidak dapat dihindari dan jika konflik di luar kontrol maka dapat memecah kelompok tersebut. Akan tetapi, konflik ini dapat menjadi sarana utama agar kohesi kelompok dapat tercapai karena dengan adanya konflik maka setiap anggota dalam kelompok menjadi saling mengerti akan cara pandang masing-masing anggota. Selain itu, konflik dapat membantu kelompok untuk berpikir ulang akan tujuan mereka.
a.       Konflik intra-grup
Konflik antar anggota dalam satu kelompok. Konflik ini terjadi ketika masing-masing anggota menghasilkan persepsi, pendapat yang berbeda atas persoalan yang sama. Hal ini disebabkan adanya perbedaan latar belakang keahlian diantara mereka.
b.      Konflik inter-grup
Konflik yang terjadi antar kelompok. Konflik ini terjadi karena adanya ketergantungan, perbedaan persepsi, tujuan dan meningkatnya tuntutan keahlian.
c.       Structure (norming)
Pembentukan struktur adalah pembentukan rantai perintah formal dan pembagian tugas administratif yang makin jelas. Orientasi dan konflik pada tahap ini dikarakterisasikan dengan bentuk intimasi, pertemanan yang rendah. Kelompok menjadi lebih terorganisasi, dan walaupun masalah atau ketidakpuasan tetap ada, para anggota lebih memilih untuk menyelesaikan melalui diskusi ataupun negoisasi. Seperti misalnya pemilihan ketua, wakil ketua, dan staf yang sesuai spesialisnya masing-masing beserta aturan atau norma terkait peran mereka.
d.      Work (performing)
Tahap ini adalah tahap di mana anggota kelompok menjadi produktif, bahu membahu dan giat dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Tidak semua kelompok dapat mencapat tahap ini, faktanya hanya 1 dari 12 kelompok yang dapat mencapai tahap ini. Studio Disney mencapai tahap ini pada tahun 1935, di mana anggotanya bekerja sama dengan baik, melakukan pertemuan tidak resmi, dan berdebat soal pekerjaan pada saat makan siang.
e.       Dissolution (adjourning)
Tahap perpecahan pada sebuah kelompok dapat dibedakan menjadi 2, yaitu direncanakan atau terjadi secara spontan. Sebuah perpecahan yang direncanakan terjadi saat sebuah kelompok mencapai tujuannya, atau kehabisan sumber daya, seperti sebuah tim baseball saat mencapai season akhirnya, sebuah tim juri memberi keputusan dan lain lain. Sedangkan perpecahan yang terjadi secara spontan terjadi  saat terjadi hal-hal yang tidak diantisipasi. Ketika sebuah kelompok mengalami kegagalan berulang-ulang, beberapa anggota atau pihak di luar kelompok akan merasa, mempertahankan kelompok ini adalah sebuah penhamburan sumber daya dan waktu. Contohnya, sebuah tim sepakbola yang gagal menjadi juara selama beberapa waktu, atau mengalami degradasi secara terus menerus, akan kehilangan para anggotanya, dan membubarkan diri.



V.                Siklus pengembangan kelompok
Model Tuckman’s, dapat dioperasionalisasikan menggunakan aitem-aitem yang terdapat pada tabel 6-3, yaitu successive-stage theory; yang biasanya dispesifikasikan pada urutan fase dari pengembangan suatu kelompok.

Stage
Sample items
Orientation
Para anggota kelompok akan cenderung bergerak sesuai dengan perintah pemimpinnya. Sehingga kelompok ini sangat sedekit terjadi konflik.
Conflict
Setiap anggota memiliki pandangan-pandangan yang berbeda mengenai apa yang seharusnya berjalan dikelompok ini. Para anggota dapat menentang pemimpinnya.
Structure
Kelompok ini akan menghabiskan banyak waktu dalam merencanakan bagaimana pekerjaan yang akan diselesaikannya. Selain itu juga dapat bergantung satu sama yang lain serta bekerja sebagai suatu tim.
Work
Setiap kelompok dapat memberikan, mendapatkan, menggunakan feedback mengenai suatu keefektifan dan produktivitas kelompok tersebut. Kelompok juga dapat mendorong performance yang tinggi dan kualitas pekerjaan yang lebih dari sebelummnya.

VI.        Konsekuensi dari kohesivitas
a.      Member Satisfaction and Adjustment
Kelompok yang kohesif biasanya kepuasan anggotanya lebih tingga daripada dalam kelompok ang non-kohesif. Selain itu kelompok yang kohesif dapat membuat lingkungan kerja jauh lebih sehat, setidaknya dalam psychological level karena setiap anggota kelompok kohesif saling merespon satu sama lain secara positif dibandingkan dengan anggota kelompok yang non-kohesif, setiap anggotanya dapat melaporkan kecemasan dan ketegangan yang rendah di dalam kelompok.
  1. Group Dynamics and Influence
Ketika kohesifvitas meningkat, dinamika-internal dalam kelompok pun juga meningkat. Setiap orang yang berada dalam kelompok yang kohesif lebih siap menerima tujuan, keputusan dan norma kelompok itu sendiri. Selain itu juga, setiap anggota memiliki tekanan untuk menyesuaikan diri lebih besar dalam kelompok yang kohesif dan pertahanan seseorang pada tekanan ini melemah.
c.       Group Performance
Kohesivitas yang tinggi tidak dapat menentukan produktivitas yang tinggi pula namun harus didukung oleh adanya norma. Dengan adanya norma maka produktivitas dan kohesivitas akan berelasi secara positif. Semakin kecil kelompok maka tingkat kohesivitas akan semakin tinggi. Selain itu, diharapkan kelompok membuat suatu tujuan yang realistis sehingga kohesivitas semakin tinggi. Contohnya, pegawai yang bekerja di sebuah perusahaan dengan aturan dan norma yang cukup kemudian disertai kesetiaan dan keloyalan dari pegawai tersebut akan memberikan produktivitas baik.

VII.          Aplikasi dari work team
Kebanyakan organisasi besar di dunia mengandalkan kelompok untuk mencapai tujuan mereka. Efektifitas dari kelompok ini menentukan keefektifitasan kelompok secara keseluruhan, contoh meskipun Disney memiliki pemimpin dan artis yang bertalenta tetapi ternyata kesuksesannya lebih ditentukan oleh dinamika kelompok daripada keahlian individual.
            Setiap kelompok juga memiliki dasar dan tujuan yang berbeda dengan kelompok jenis lainnya yaitu dalam hal interaksi, struktur, kohesivitas, identitas sosial, dan tujuan. Untuk membangun suatu kelompok yang baik ada lima hal yang harus diperhatikan yaitu:
·         Goal setting
Pada intinya suatu kelompok yang berusaha mencapai tujuan dan mereka akan menjadi lebih efektif apabila tujuannya jelas bagi semua anggota. Ketika suatu tujuana telah diklarifikasi maka anggota kelompok harus mendefinisikan tugas-tugas yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Contohnya, pegawai yang bekerja di sebuah perusahaan dengan aturan dan norma yang cukup kemudian disertai kesetiaan dan keloyalan dari pegawai tersebut akan memberikan produktivitas baik.
·         Role definition
Kelompok akan dapat bekerja dengan lebih baik apabila anggota kelompok tahu dan mengerti peran yang harus dilakukan. Pada suatu kelompok yang dapat bekerja dengan baik, anggotanya tahu apa yang menjadi tanggung jawab mereka sendiri dan mereka juga tahu peranan dan tugas anggota yang lainnya. Misalkan, pembagian staf dalam suatu perusahaan ke dalam departemen yang disesuaikan dengan kemampuan dari masing-masing pegawai.
·         Interpersonal process analysis
Para anggota dalam suatu kelompok harus belajar untuk mengkoordinasikan usaha dan kegiatan mereka dengan anggota lain dalam team tersebut. Contohnya, seorang playmaker dalam tim sepakbola akan mengkoordinasi dan posisi dari pemain lain, sesuai dengan strategi yang disampaikan oleh pelatih.
·         Cohesion building
Pemimpin dalam suatu kelompok diharuskan untuk menciptakan situasi yang didesain untuk membesarkan semangat dan mendorong para anggotanya untuk mencapai tujuan kelompok, mengidentifikasikan kelemahan, meningkatkan kerjasama, dan kesatuan. Misalnya, melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat membangun kesatuan team, seperti seminar motivasi kelompok, ataupun outbonding.

·         Problem solving
Para anggota dalam suatu kelompok harus belajar mengguanakan metode pemutusan untuk mengenali masalah dan penyelesaiannya. Banyak team menggunakan quality circle model. Quality circle model adalah sebuah kelompok kerja yang kecil dimana mendapatkan otoritas untuk sebuah keputusan.


PUSTAKA ACUAN

Forsyth, D. R. (1999). Groups dynamics, 3rd ed. Belmond, CA : Wadsworth Publishing Company.
Johnson, D.W. & Johnson, F. P. (2003). Joining together : group theory and group skill,4th ed. Boston : Pearson, inc.


0 comments:

Post a Comment

  • Categories

  • Unordered List

  • Editor-in-Chief

    the webmistress designer: Dewi Content: Pur Riska Rika Jun Dewi Grace Gloria Reza