Konformitas
merupakan suatu perubahan tingkah laku atau keyakinan sebagai hasil dari
tekanan dalam suatu kelompok baik yang dirasakan secara nyata maupun dalam
bayangan. Dalam konformitas, individu merasa butuh untuk memenuhi harapan
kelompok karena individu tidak ingin untuk ditolak dalam kelompok. Sehingga
dapat disimpulkan konformitas adalah
bentuk sikap penyesuaian diri seseorang dalam masyarakat atau kelompok
karena dirinya terdorong untuk mengikuti kaidah-kaidah serta nilai-nilai yang
sudah ada di dalam kelompok.
Norma
di dalam kelompok merupakan suatu aturan yang dapat diterima oleh anggota
kelompok sebagai suatu sistem di dalam kelompok tersebut. Sebagai contoh adalah
bagaimana peran gender dapat memengaruhi perilaku individu. Laki-laki cenderung
berperilaku sesuai dengan peran laki-laki dan perempuan berperilaku seperti
perannya sebagai seorang perempuan. Berperilaku sebagai laki-laki maupun
perempuan ini dikarenakan identitas diri yang telah dibentuk melalui
sosialisasi. Sejak masih bayi pun individu laki-laki dan perempuan diperlakukan
berbeda, diberi pakaian yang berbeda, dan juga mainan yang berbeda (Henslin,
1997). Norma ini lebih bersifat subjektif, tidak selalu terikat pada kondisi
objektif dan dapat berubah sesuai dengan kesepakatan. Seperti contoh pada
budaya Arab, sesama pria saling mencium pipi merupakan hal yang wajar,
sedangkan menurut budaya Timur seperti Indonesia, hal tersebut merupakan hal
yang tidak wajar dan tabu untuk dilakukan.
I.
Contoh
Kasus: The Corona Trial Jury: The Group as
Arbiter of Justice
Corona
adalah seorang Mexico yang telah mencoba untuk melakukan pembunuhan terhadap 25
pria California. Polisi telah menemukan badan jenazah tersebut telah dikubur di
kota Yuba. Jaksa menyusun kasus ini dengan ratusan bukti-bukti yang berkaitan
dengan Corona. Tetapi apakah Corona dapat dikatakan bersalah sebagai salah
seorang largest mass murders dalam
sejarah US?
Trial jurors
untuk kasus Corona terdiri 12 orang yang tidak saling kenal satu sama lain,
dipilih secara acak dari suatu komunitas, tidak berasal dari lembaga hukum, dan
lain-lain. Mereka bersama-sama berdiskusi dari jam ke jam, meninjau bukti-bukti
yang ada, menyampaikan interpretasi mereka masing-masing, menunjukkan
ketidakkonsistenan dari masing-masing alasan yang disampaikan, dan juga voting
melalui secret ballot. Selama 8 hari
mereka melakukan hal-hal tersebut dan hingga pada akhirnya sampai pada suatu
keputusan yang menyatakan bahwa Corona telah bersalah.
Bagaimana keputusan ini dapat dicapai?
Keputusan tersebut dapat dicapai karena adanya social influence yang merupakan suatu proses interpersonal yang
dapat merubah pikiran, perasaan, dan perilaku anggota kelompok. Majority influence ini mendorong semua
anggota kelompok secara bersama-sama untuk menuju konsensus dan kestabilan.
Pada kasus Corona, awalnya tidak semua juri sependapat bahwa Corona bersalah,
maka mereka menghabiskan banyak waktu untuk mendiskusikan dan menyatukan
beberapa argumen yang berlawanan ini. Majority
influence meningkatkan konsensus di dalam kelompok tersebut, minority influence menopang
individualitas dan inovasi.
II.
Macam-macam
sosial respon
Terdapat 2 macam sosial
respon yaitu konformitas dan non konformitas. Konformitas dibagi menjadi dua
bagian yaitu conversion atau private acceptance dan compliance. Sedangkan non-konformitas
juga dibagi menjadi dua bagian yaitu counterconformity
atau anticonformity dan independence.
- Conversion
atau Private Acceptance
Perubahan perilaku dan keyakinan seseorang yang
sesuai dengan tekanan dari kelompok, namun dirinya sendiri memang menghendaki
perilaku tersebut.
Contoh
: Saya memiliki kelompok/gank yang memiliki kebiasaan merokok, pada suatu hari
semua teman saya menyuruh saya merokok, saya sendiri orang yang bersikap
positif terhadap rokok, maka saya akan dengan senang hati berkonformitas.
- Compliance
Perubahan perilaku dan keyakinan karena adanya
tekanan dari kelompok tetapi dirinya sendiri tidak menghendaki perilaku
tersebut.
Contoh: Saya memiliki kelompok/gank yang memiliki kebiasaan
merokok, pada suatu hari semua teman saya menyuruh saya merokok, saya sendiri
orang yang bersikap negatif terhadap rokok, namun saya tetap merokok demi
memnuhi harapan kelompok.
- Counterconformity
atau Anticonformity
Suatu tindakan yang merupakan kebalikan dari apapun
yang direkomendasikan kelompok.
Contoh:
Saya memiliki kelompok/gank yang memiliki kebiasaan merokok, pada suatu hari
semua teman saya menyuruh saya merokok, saya sendiri orang yang bersikap negatif
terhadap rokok, sehingga saya akan mengadakan gerakan anti merokok untuk
memerangi perilaku merokok.
- Independence
Orang-orang yang menolak untuk tunduk kepada
kehendak mayoritas, dapat mereka menunjukkan kemerdekaan. Melakukan sesuatu
sesuai dengan norma mereka sendiri.
Contoh:
Saya memiliki kelompok/gank yang memiliki kebiasaan merokok, pada suatu hari
semua teman saya menyuruh saya merokok, saya sendiri orang yang bersikap
negatif terhadap rokok, saya tidak akan iikut merokok namun saya tetap menghargai
kehendak teman saya yang ingin merokok.
Jika
hal tersebut digambarkan dalam bentuk tabel, maka akan menjadi sebagai berikut:
|
Agree
|
Disagree
|
||
Agree
|
conversion
atau private acceptance
|
compliance
|
||
Disagree
|
counterconformity
atau anticonformity
|
independence
|
Dalam sebuah kelompok,
suara mayoritas akan memengaruhi suara minoritas. Semakin besar suara
mayoritas, maka akan semakin mudah membuat suara minoritas berkonformitas.
Namun terkadang kelompok minoritas juga bisa menolak tekanan dari kelompok
mayoritas. Hal tersebut dapat dilakukan ketika tekanan dari kelompok mayoritas
tidak sepenuhnya bulat atau meyakinkan sehingga mereka dapat mengabaikan
tekanan tersebut. Seperti ketika di dalam sebuah kelompok belajar yang
beranggotakan 10 orang.. Ketika terdapat 8 orang mengungkap suatu pendapat yang
sama, maka 2 orang lainnya akan cenderung untuk setuju dengan pendapat yang
lainnya. Namun jika 2 anggota tersebut dapat menunjukkan kekuatan dari
pendapatnya dan terdapat bukti, maka mereka akan membuat 8 temannya untuk berkonformitas
dengan mereka.
Status dan pengaruh juga berhubungan dekat. Orang yang memiliki status
tinggi di dalam kelompok biasanya lebih tidak dapat menyesuaikan diri daripada
mereka yang berstatus lebih rendah. Karena orang yang berstatus tinggi akan cenderung
menjadi leader yang dapat membuat orang yang berstatus lebih rendah
berkonformitas. Seperti misalnya, dalam suatu gank, orang yang dianggap sebagai
pemimpin gank akan cenderung berperilaku sebagai leader yang suaranya
akan diikuti anggotanya.
Terdapat tiga faktor dasar yang biasanya memengaruhi terjadinya
konformitas. Pertama, pengaruh normatif mendorong kita untuk merasa, berpikir,
dan bertindak dalam cara-cara yang konsisten dengan standar sosial kelompok
kita. Standar-standar ini akan menggambarkan perilaku apa yang harus dan tidak
harus dilakukan dalam setiap situasi sosial. Seperti misalnya di dalam suatu
kelompok belajar yang memiliki prinsip bahwa ketika mengerjakan ulangan mereka
tidak akan mencontek, hal itu sudah terinternalisasi, sehingga pada setiap
ulangan, kelompok belajar tersebut tidak akan
mencontek.
Kedua, pengaruh informasi terjadi setiap kali kita melihat orang lain
untuk mendapatkan informasi. Seperti yang tercatat dalam teori perbandingan
sosial, individu adalah sumber informasi berharga tentang dunia sosial,
mayoritas berpengaruh karena kita berasumsi bahwa jumlah orang yang besar tidak
bisa semua salah, dan minoritas berpengaruh karena mendorong untuk mengevaluasi
kembali posisi kita.
Ketiga,
adalah interpersonal influence yang
berarti persuasi, penawaran,
perjanjian, dan bahkan ancaman penolakan. Penelitian menunjukkan bahwa orang
yang tidak berkonformitas, umumnya tidak disukai dalam kelompok.
Contoh nyata ketiga hal yang mempengaruhi konformitas diatas dapat
dijelaskan dengan contoh seperti ketika dalam suatu kelompok belajar memiliki
prinsip bahwa mereka semua tidak akan mencontek ketika ulangan. Hal itu adalah
norma yang yang dipegang kelompok tersebut dan setiap anggota menjalaninya
sesuai norma yang ada. Mereka dapat melakukan hal itu karena adanya informasi
positif dari keuntungan tidak mencontek. seperti misalnya, nilai yang mereka
dapat lebih baik, mereka tidak merasa bersalah, dan mereka merasa lebih bangga
karena hal tersebut adalah hasil usaha mereka sendiri. Sedangkan faktor
interpersonal nya adalah mereka akan konsisten pada perilaku itu karena hal itu
adalah prinsip kelompok, jika mereka tidak berperilaku sesuai norma kelompok,
maka mereka akan mendapat atau merasakan ancaman penolakan dari kelompoknya.
KOHESIVITAS
I.
The nature of group cohesion
Group cohesion
adalah ketertarikan mutual antara
anggota kelompok yang menghasilkan sebuah keinginan untuk tetap berada dalam
kelompok. Kelompok dengan kohesivitas yang tinggi, dikarakterisasikan oleh
kemudahan menentukan sebuah tujuan, kemudahan mencapai tujuan, dan kemudahan
antar anggota kelompok mempengaruhi anggota lainnya sehingga mudah terjadi
konformitas karena mereka akan merasa pada keputusan satu sama lain. Semakin
tinggi tingkat kohesivitas sebuah kelompok semakin meningkatkan kemungkinan
anggota tersebut tetap berada dalam kelompok dan berpartisipasi dalam aktivitas kelompok.
II.
Definisi
kohesivitas
a.
Kohesivitas sebagai daya ikat
Kohesivitas sebagai daya ikat berarti kekuatan yang dilakukan oleh
seluruh anggota kelompok agar dapat menjaga keutuhan kelompoknya dan
menyelesaikan masalah atau rintangan secara bersama-sama. Kelompok yang
memiliki tingkat kohesivitas tinggi maka antar anggota kelompoknya akan merasa
memiliki keterikatan satu sama lain biasanya terlihat dari tingginya tingkat
kebersamaan.
b.
Kohesivitas sebagai kesatuan kelompok
Kohesivitas sebagai kesatuan kelompok berarti
setiap anggota kelompok merasa aman, nyaman dan berada di kelompok yang tepat. Selain itu, satu anggota dengan anggota yang lain dalam kelompok ini
merasa seperti dalam satu keluarga, mereka memiliki satu misi dan visi yang
sama. Contohnya, di Walt Disney, mereka yakin bahwa mereka adalah anggota
animasi terbaik di dunia dan percaya bahwa mereka akan menapai tujuannya.
c.
Kohesivitas sebagai atraksi
Kohesivitas sebagai atraksi dapat dibagi menjadi dua level. Pertama,
level individual, yaitu ketertarikan antara satu anggota dengan anggota
lainnya, dan kedua pada level kelompok yaitu ketertarikan individu tersebut
tehadap kelompok itu sendiri. Akan tetapi ada beberapa ahli teori yang
berpendapat bahwa, atraksi yang dapat digolongkan sebagai kohesivitas kelompok
adalah atraksi pada tingkat kelompok. Seperti misalkan, seorang pemain bola
yang tertarik terhadap kemampuan, kehebatan kekompakan suatu tim, akan berusaha
keras demi tim, dan merasa senang dan bangga dalam tim tersebut.
d.
Kohesivitas sebagai kerjasama kelompok
Kohesivitas
adalah kemauan anggota untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Sebuah
kelompok dapat dibilang memiliki kosehivitas yang tinggi jika mereka mengejar
tujuan kelompoknya dengan intensitas yang tinggi. Sebagai contoh kelompok
militer dengan basis untuk menyelesaikan misi tertentu memiliki tingkat
kohesivitas yang tinggi.
e.
Kohesivitas
sebagai multidimensional
Kohesivitas adalah sebuah konstruksi yang memiliki
dimensi yang tinggi, sehingga tidak ada satu jenis kohesivitas umum.
Kohesivitas pada kelompok bisa terjadi karena berbagai kemungkinan misalnya
semua anggota dari suatu kelompok adalah teman yang baik, atau memiliki rasa
keterikatan yang kuat terhadap kelompok yang bersangkutan.
III.
Kohesivitas
dapat diukur dengan berbagai cara, yaitu:
a.
Dengan menggunakan observasi
Observasi ini dapat dilakukan untuk melihat ketegangan kerja dalam
kelompok atau kelancaran dan keakraban diantara anggotanya. Selain itu dengan
mengobservasi, dapat menggolongkan kelompok berdasarkan kesamaan mereka
sehingga diharapkan kerja mereka menjadi efektif misalnya kelompok yang ramah
dikelompokkan dengan kelompok yang ramah begitu juga dengan kelompok yang
serius dikelompokkan dengan kelompok yang serius.
b.
Pendekatan self
reporting
Self-reporting adalah
individu yang berada dalam suatu kelompok melaporkan tingkat kohesivitas yang
ada di kelompoknya, dapat dilakukan dengan cara:
o The Group Environment Scale (GES)
Mengukur kohesivitas dengan pertanyaan iya dan tidak. Beberapa contoh
pertanyaannya seperti “Apakah ada rasa
kesatuan dan kohesivitas dalam kelompok ini?”
o The Group Attitude Scale (GAS)
Mengukur kohesivitas dengan mengukur kohesivitas dengan menanyakan
keinginan untuk diidentifikasikan dan diterima sebagai anggota kelompok dengan
menanyakan, “Seberapa keinginan untuk
tinggal dan merasa menjadi bagian dari kelompok ini?”
o The Group Environment Questionnaire (GEQ)
Mengukur kohesivitas dapat dilakukan dengan menggunakan dua pertanyaan
yaitu pertanyaan yang fokus pada penggabungan kelompok misalnya, “Apakah kamu merasa bahwa kelompokmu bekerja
sebagai suatu kesatuan yang utuh untuk mencapai suatu tujuan?”. Serta
pertanyaan yang berfokus pada daya tarik kelompok tersebut misalnya dengan
bertanya, ”Apa yang kamu sukai dari kelompokmu?”.
o The Perceived Cohesion Scale (PCS)
Mengukur kohesivitas dengan cara meminta anggota dari suatu kelompok
untuk memberi tanggapan secara langsung mengenai perasaan mereka terhadap
kelompoknya dan antusiasme yang ia miliki terhadap kelompoknya. Seperti
pertanyaan, “Dari skala 1-10, seberapa
senang anda dengan kegiatan dalam kelompok anda?”.
IV.
Tahapan
pengembangan kelompok
a. Orientation (forming)
Tahapan orientation ditandai
dengan adanya ketegangan ringan adan perubahan yang hati-hati. Hal ini
dikarenakan, setiap anggota dalam kelompok kurang saling mengenal dan dengan
hati-hati mereka memonitor relasi mereka. Akan tetapi anggota dalam kelompok ini terlihat kurang terlibat, kurang
termotivasi dan merasa bosan. Contohnya, Sebuah kelompok yang dibentuk dalam
kegiatan ospek pada kampus, akan sering terjadi perselisihan dan anggotanya
kurang antusias dalam mengikuti kegiatan yang ada.
b.
Conflict
(storming)
Konflik yang terjadi dalam kelompok tidak dapat dihindari dan jika
konflik di luar kontrol maka dapat memecah kelompok tersebut. Akan tetapi,
konflik ini dapat menjadi sarana utama agar kohesi kelompok dapat tercapai
karena dengan adanya konflik maka setiap anggota dalam kelompok menjadi saling
mengerti akan cara pandang masing-masing anggota. Selain itu, konflik dapat membantu kelompok untuk berpikir ulang akan
tujuan mereka.
a.
Konflik
intra-grup
Konflik
antar anggota dalam satu kelompok. Konflik ini terjadi ketika masing-masing
anggota menghasilkan persepsi, pendapat yang berbeda atas persoalan yang sama.
Hal ini disebabkan adanya perbedaan latar belakang keahlian diantara mereka.
b.
Konflik
inter-grup
Konflik yang
terjadi antar kelompok. Konflik ini terjadi karena adanya ketergantungan,
perbedaan persepsi, tujuan dan meningkatnya tuntutan keahlian.
c.
Structure
(norming)
Pembentukan struktur adalah pembentukan rantai perintah formal dan
pembagian tugas administratif yang makin jelas. Orientasi dan konflik pada tahap ini dikarakterisasikan dengan bentuk
intimasi, pertemanan yang rendah. Kelompok menjadi lebih terorganisasi, dan
walaupun masalah atau ketidakpuasan tetap ada, para anggota lebih memilih untuk
menyelesaikan melalui diskusi ataupun negoisasi. Seperti misalnya pemilihan
ketua, wakil ketua, dan staf yang sesuai spesialisnya masing-masing beserta
aturan atau norma terkait peran mereka.
d.
Work
(performing)
Tahap ini adalah tahap di mana anggota kelompok menjadi produktif, bahu
membahu dan giat dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Tidak semua
kelompok dapat mencapat tahap ini, faktanya hanya 1 dari 12 kelompok yang dapat
mencapai tahap ini. Studio Disney mencapai tahap ini pada tahun 1935, di mana
anggotanya bekerja sama dengan baik, melakukan pertemuan tidak resmi, dan
berdebat soal pekerjaan pada saat makan siang.
e.
Dissolution
(adjourning)
Tahap perpecahan pada sebuah kelompok dapat dibedakan menjadi 2, yaitu
direncanakan atau terjadi secara spontan. Sebuah perpecahan yang direncanakan
terjadi saat sebuah kelompok mencapai tujuannya, atau kehabisan sumber daya,
seperti sebuah tim baseball saat mencapai season akhirnya, sebuah tim juri
memberi keputusan dan lain lain. Sedangkan perpecahan yang terjadi secara
spontan terjadi saat terjadi hal-hal yang
tidak diantisipasi. Ketika sebuah kelompok mengalami kegagalan berulang-ulang,
beberapa anggota atau pihak di luar kelompok akan merasa, mempertahankan
kelompok ini adalah sebuah penhamburan sumber daya dan waktu. Contohnya, sebuah
tim sepakbola yang gagal menjadi juara selama beberapa waktu, atau mengalami
degradasi secara terus menerus, akan kehilangan para anggotanya, dan
membubarkan diri.
V.
Siklus
pengembangan kelompok
Model Tuckman’s, dapat dioperasionalisasikan
menggunakan aitem-aitem yang terdapat pada tabel 6-3, yaitu successive-stage theory; yang biasanya
dispesifikasikan pada urutan fase dari pengembangan suatu kelompok.
Stage
|
Sample items
|
Orientation
|
Para anggota kelompok akan cenderung bergerak
sesuai dengan perintah pemimpinnya. Sehingga kelompok ini sangat sedekit
terjadi konflik.
|
Conflict
|
Setiap anggota memiliki pandangan-pandangan
yang berbeda mengenai apa yang seharusnya berjalan dikelompok ini. Para
anggota dapat menentang pemimpinnya.
|
Structure
|
Kelompok ini akan menghabiskan banyak waktu
dalam merencanakan bagaimana pekerjaan yang akan diselesaikannya. Selain itu
juga dapat bergantung satu sama yang lain serta bekerja sebagai suatu tim.
|
Work
|
Setiap kelompok dapat memberikan, mendapatkan,
menggunakan feedback mengenai suatu
keefektifan dan produktivitas kelompok tersebut. Kelompok juga dapat
mendorong performance yang tinggi
dan kualitas pekerjaan yang lebih dari sebelummnya.
|
VI.
Konsekuensi
dari kohesivitas
a. Member Satisfaction and Adjustment
Kelompok
yang kohesif biasanya kepuasan anggotanya lebih tingga daripada dalam kelompok
ang non-kohesif. Selain itu kelompok yang kohesif dapat membuat lingkungan
kerja jauh lebih sehat, setidaknya dalam psychological
level karena setiap anggota kelompok kohesif saling merespon satu sama lain
secara positif dibandingkan dengan anggota kelompok yang non-kohesif, setiap
anggotanya dapat melaporkan kecemasan dan ketegangan yang rendah di dalam
kelompok.
- Group Dynamics and Influence
Ketika
kohesifvitas meningkat, dinamika-internal dalam kelompok pun juga meningkat.
Setiap orang yang berada dalam kelompok yang kohesif lebih siap menerima
tujuan, keputusan dan norma kelompok itu sendiri. Selain itu juga, setiap
anggota memiliki tekanan untuk menyesuaikan diri lebih besar dalam kelompok
yang kohesif dan pertahanan seseorang pada tekanan ini melemah.
c. Group Performance
Kohesivitas yang tinggi tidak dapat menentukan produktivitas yang tinggi
pula namun harus didukung oleh adanya norma. Dengan adanya norma maka produktivitas dan kohesivitas akan berelasi
secara positif. Semakin kecil kelompok maka tingkat kohesivitas akan semakin
tinggi. Selain itu, diharapkan kelompok membuat suatu tujuan yang realistis
sehingga kohesivitas semakin tinggi. Contohnya, pegawai yang bekerja di sebuah
perusahaan dengan aturan dan norma yang cukup kemudian disertai kesetiaan dan
keloyalan dari pegawai tersebut akan memberikan produktivitas baik.
VII.
Aplikasi
dari work team
Kebanyakan organisasi besar di dunia mengandalkan kelompok untuk
mencapai tujuan mereka. Efektifitas dari kelompok ini menentukan
keefektifitasan kelompok secara keseluruhan, contoh meskipun Disney memiliki
pemimpin dan artis yang bertalenta tetapi ternyata kesuksesannya lebih
ditentukan oleh dinamika kelompok daripada keahlian individual.
Setiap kelompok juga
memiliki dasar dan tujuan yang berbeda dengan kelompok jenis lainnya yaitu
dalam hal interaksi, struktur, kohesivitas, identitas sosial, dan tujuan. Untuk
membangun suatu kelompok yang baik ada lima hal yang harus diperhatikan yaitu:
·
Goal
setting
Pada intinya suatu kelompok yang berusaha mencapai tujuan dan mereka
akan menjadi lebih efektif apabila tujuannya jelas bagi semua anggota. Ketika
suatu tujuana telah diklarifikasi maka anggota kelompok harus mendefinisikan
tugas-tugas yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Contohnya,
pegawai yang bekerja di sebuah perusahaan dengan aturan dan norma yang cukup
kemudian disertai kesetiaan dan keloyalan dari pegawai tersebut akan memberikan
produktivitas baik.
·
Role
definition
Kelompok akan dapat bekerja dengan lebih baik apabila anggota kelompok
tahu dan mengerti peran yang harus dilakukan. Pada suatu kelompok yang dapat
bekerja dengan baik, anggotanya tahu apa yang menjadi tanggung jawab mereka
sendiri dan mereka juga tahu peranan dan tugas anggota yang lainnya. Misalkan,
pembagian staf dalam suatu perusahaan ke dalam departemen yang disesuaikan
dengan kemampuan dari masing-masing pegawai.
·
Interpersonal
process analysis
Para anggota dalam suatu kelompok harus belajar untuk mengkoordinasikan
usaha dan kegiatan mereka dengan anggota lain dalam team tersebut. Contohnya,
seorang playmaker dalam tim sepakbola
akan mengkoordinasi dan posisi dari pemain lain, sesuai dengan strategi yang
disampaikan oleh pelatih.
·
Cohesion
building
Pemimpin dalam suatu kelompok diharuskan untuk menciptakan situasi yang
didesain untuk membesarkan semangat dan mendorong para anggotanya untuk
mencapai tujuan kelompok, mengidentifikasikan kelemahan, meningkatkan kerjasama,
dan kesatuan. Misalnya, melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat membangun
kesatuan team, seperti seminar
motivasi kelompok, ataupun outbonding.
·
Problem
solving
Para anggota dalam suatu
kelompok harus belajar mengguanakan metode pemutusan untuk mengenali masalah
dan penyelesaiannya. Banyak team menggunakan quality circle model. Quality
circle model adalah sebuah kelompok kerja yang kecil dimana mendapatkan
otoritas untuk sebuah keputusan.
PUSTAKA ACUAN
Forsyth, D. R.
(1999). Groups dynamics, 3rd ed. Belmond, CA
: Wadsworth Publishing Company.
Johnson, D.W. &
Johnson, F. P. (2003). Joining together :
group theory and group skill,4th ed. Boston : Pearson, inc.
0 comments:
Post a Comment