Sikus konflik (dapat dilihat pada
gambar 1.) terjadi ketika interaksi rutin suatu kelompok terganggu oleh
ketidaksetujuan, perselisihan, dan pergesekan di antara anggota. Konflik sering
meningkat ketika para anggota kelompok semakin terlibat.
A.
DEFINISI KONFLIK
Dalam kelompok tidak menutup
kemungkinan dapat terjadinya sebuah konflik. Konflik itu sendiri adalah
ketidaksetujuan, perselisihan, dan pergesekan yang terjadi ketika tindakan atau keyakinan satu atau lebih
anggota kelompok tidak diterima dan ditolak oleh satu atau lebih anggota
kelompok yang lain (Forsyth, 1999).
misalnya saja, ada perbedaan pendapat antara anggota yang satu dengan yang
lain, di mana masing-masing anggota sama-sama tidak mau mengalah, maka hal ini
dapat memicu munculnya sebuah konflik dalam suatu kelompok. Selain dapat
terjadi di dalam anggota suatu kelompok itu sendiri (intragroup conflict),konflik juga dapoat terjadi antar kelompok (intergroup conflict). Dalam hal ini, kami akan lebih membahas
permasalahan yang terjadi di dalam kelompok itu sendiri. Tapi tidak semua
konflik itu berbahaya. Selama konflik dapat diselesaikan, hal ini menjadi
fungsi yang baik dan tetap mengeratkan hubungan yang baik dalam kelompok (Johnson, 2002).
a. Jenis-jenis
Konflik
Menurutj jenisnya konflik ada dua
macam (Johnson, 2002), yaitu
:
1)
Negative Conflict
Konflik
ini merupakan konflik yang terjadi di dalam suatu kelompok dimana konflik
tersebut sering dihindari dan disembunyikan. Adanya konflik ini justru akan
membuat kelompok mengalami kemunduran.
Misalnya saja, perselisihan yang
terjadi di antara anggota yang mana akhirnya berdampak pada performa kerja
anggota kelompok menjadi buruk.
2)
Positive Conflict
Konflik
ini merupakan konflik yang memberikan ruang untuk anggota yang ada di dalam
suatu kelompok agar dapat lebih berkembang.
Misalnya saja, ada persaingan antar
anggota kelompok yang nantinya membuat anggota kelompok bersaing untuk
mendapatkan hasil yang terbaik, sehingga hal ini nantinya mampu membawa
kelompok pada hasil kerja yang lebih baik karena anggota kelompok lebih
termotivasi untuk bekerja.
Perbedaan Negative Conflict dan Positive
conflict
Negative
Conflict
|
Positive
Conflict
|
Memandang konflik sebagai kesatuan.
|
Mengenali berbagai macam jenis
konflik.
|
Memandang konflik sebagai sebuah
masalah.
|
Memandang konflik sebagai bagian
dari cara penyelesaian.
|
Dihindari, disembunyikan.
|
Mencari tahu dan mendorong konflik.
|
Memercayai bahwa konflik itu membawa
kehancuran.
|
Memercayai bahwa konflik itu
berpotensi konstruktif.
|
Konflik tidak membawa nilai apapun
|
Dapat mempelajari banyak nilai dari
konflik.
|
Konflik meciptakan kecemasan dan
keadaan defensif.
|
Konflik menciptakan kegembiraan, minat,
dan fokus.
|
Individu mencoba untuk “menang”
|
Individu mencoba untuk
“menyelesaikan masalah.
|
b.
Akar dari Konflik
Menurut Witteman, kebanyakan orang
memilih untuk menghindari situasi yang penuh dengan konflik (dalam Forsyth, 1999), namun konflik itu adalah
konsekuensi yang tidak dapat dihindari dalam suatu kelompok. Berikut ini adalah
beberapa penyebab munculnya suatu konflik.
a. Ketidakpuasan
dan Ketidaksetujuan
Guetzkow & Gyr menjelaskan bahwa
konflik personal sering juga disebut dengan konflik afektif, konflik
kepribadian, atau konflik emosional yang merupakan akar masalah dari individu
yang juga berdampak pada anggota kelompok lain. Pribadi menyukai atau tidak
menyukai, tidak selalu diartikan menjadi konflik kelompok, tetapi orang sering
menyebutnya dengan ketidakpuasan terhadap anggota kelompok yang lain ketika
mereka protes pada kelompok mereka. Jadi, personal
conflict adalah perselisihan interpersonal yang terjadi ketika anggota
kelompok tidak menyukai anggota lain.
Banyak faktor yang menjadikan
ketidakpuasan sebagai peningkatan konflik.
1.
Orang
biasanya menjelaskan masalah mereka dengan menyalahkan orang lain sebagai
seseorang yang memiliki pribadi yang berkualitas negatif, pemurung, kompulsif,
tidak berkompeten, kesulitan dalam berkomunikasi, dan ceroboh.
Misalnya, ada seorang kelompok yang
membuat suatu kesalahan, namun dia tidak mengakui kesalahannya dan malah
mengkambing hitamkan anggota lain yang mungkin tidak disukainya. Ini akan
menimbulkan konflik, di mana ada pihak yang merasa dirugikan.
2.
Orang biasanya tidak menyukai yang lain, akan
mengevaluasi mereka secara negatif, mengkritik bahkan ketika sudah pantas dapat
menimbulkan konflik.
Misalnya, orang akan cenderung menilai
buruk orang yang menjadi saingannya atau orang yang pernah menyakitinya,
sekalipun sebenaranya orang tersebut sudah bersikap baik. Apabila pihak yang
dianggap buruk ini tidak terima, maka dapat memunculkan konflik.
3.
Anggota
kelompok yang biasanya memperlakukan yang lain dengan tidak adil atau tidak sopan
juga dapat menimbulkan konflik.
Misalnya, suatu anggota yang
seringkali diperlakukan semena-mena lama kelamaan juga akan timbul rasa tidak
terima, timbulah aksi protes yang nantinya akan menimbulkan suatu konflik dalam
kelompok.
4.
Kelompok
yang memiliki lebih besar keragaman lebih banyak menimbulkan konflik daripada
yang homogen.
Misalnya,
kelompok yang anggotanya terdiri dari berbagai macam suku budaya yang berbeda
mempunyai pandangan-pandangan sendiri yang satu sama lainnya berbeda, ini akan
lebih banyak menyebabkan konflik karena akan sering kali terjadi perbedaan
pendapat yang mungkin akan lebih banyak menimbulkan perdebatan.
b. Substantive Conflict
Substantive
conflict adalah
ketidaksetujuan atas masalah yang relevan dengan tujuan kelompok dan hasilnya. Ini
terjadi ketika orang sedang mendiskusikan masalah dan tujuan mereka, kadang
terjadilah ketidaksetujuan analisis satu dengan yang lain. Hal ini sebenarnya terkait dengan kelompok
kerja, di mana kelompok dan organisasi menggunakannya untuk membuat rancangan,
meningkatkan kreatifitas, menyelesaikan masalah, memutuskan masalah, menyelesaikan konflik dari sudut
pandang. Konflik substantif membantu
kelompok untuk mencapai tujuan mereka, mengubah konflik yang bersifat
pribadi menjadi personal conflict.
c.
Procedural
Conflict
Terjadi ketika strategi, kebijakan dan
metode yang digunakan pada suatu kelompok mengalami bentrok. Procedural conflict adalah
ketidaksetujuan atas metode kelompok yang digunakan untuk melengkapi tugas
dasar. Pemimpin suatu kelompok mungkin membuat keputusan dan memulai tindakan
tanpa konsultasi kelompok, tetapi mungkin kelompok menjadi kesal jika tidak
diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
d.
Competition
and Conflict
Dalam teori Realistic conflict dikatakan bahwa konflik yang terjadi antar
anggota kelompok disebabkan adanya kompetisi yang terjadi diantara mereka
karena adanya keterbatasan sumber daya tertentu seperti kekuasaan, sumber daya
alam, dan lain-lain (Forsyth, 1999).
Suatu kelompok akan mengambil langkah-langkah yang mereka butuhkan untuk
mencapai tujuan mereka dan mengahalangi kelompok lain untuk mencapai tujuan
mereka.
Competition adalah suatu situasi kinerja yang
disusun sedemikian rupa sehingga salah satu anggota kelompok yang sukses dan
yang lain gagal (Johnson 2002). Misalnya saja, di dalam sebuah tim dance, akan tampak ada seorang anggota
yang terlihat paling menonjol di antara anggota yang lain. ini dapat menjadi
konflik ketika suatu saat ada anggota lain yang ternyata menjadi lebih baik
dari dirinya. Namun sebaliknya, hal ini sebenarnya dapat menjadi positif ketika
ada rasa kompetisi di antara anggota yang membuat masing-masing dari mereka
menjadi berlatih semakin giat, sehingga tim mereka dapat menampilkan performa
yang baik. Maka akan terciptalah suatu kondisi cooperation di mana kesuksesan salah satu anggota kelompok akan memungkinkan meningkatnya indikator
kesuksesan anggota lain. Hanya sedikit situasi yang melibatkan secara murni cooperation atau murni competition, biasanya motif yang ada
didasari atas percampuran kedua hal tersebut.
Setiap individu
mempunyai nilai-nilai orientasi masing-masing, yang mana ada tiga dasar orientasi
nilai sosial yang mendasarinya, nilai-nilai itu sebagai berikut.
1.
Competitor:
dimotivasi untuk memaksimalkan hasil sendiri dan meminimalkan hasil yang lain,
melihat ketidaksetujuan sebagai situasi kalah-menang.
Orang
yang memiliki nilai ini cenderung untuk bersaing untuk kepentingannya sendiri,
di mana ia ingin menonjol di antara anggota kelompok yang lain.
2.
Cooperator:
dimotivasi untuk memaksimalkan hasil bersama (berusaha untuk memaksimalkan
hasil sendiri dan orang lain), mengusahakan solusi menang-menang pada
ketidaksetujuan.
Orang
yang memiliki nilai ini, cenderung lebih mengutamakan kebersamaan, di mana dia
tidak hanya memikirkan diri sendiri, namun juga berusaha membantu anggota yang
lain supaya nantinya mampu mendapatkan kesuksesan bersama.
3.
Individualist:
dimotivasi hanya untuk memaksimalkan hasil sendiri, membantu atau merugikan
yang lain jika tindakan meningkatkan hasil sendiri, mengusahakan tujuan
sendiri.
Orang
dengan nilai seperti ini, akan berusaha menggunakan berbagai cara untuk
mendapatkan kesuksesan bagi dirinya sendiri.
e. Social
Dilemmas
Situasi interpersonal di mana individu
harus memilih di antara memaksimalkan hasil pribadi dan meminimalkan hasil
kelompoknya. Konflik akan muncul ketika ada motif individual dalam suatu
kelompok, karena hal tersebut akan membuat ketidakseimbangan dalam suatu
kelompok. Hal ini dapat terjadi dalam situasi sebagai berikut.
Ø
Pembagian
Sumber Daya
Setiap kelompok mempunyai sumber daya
yang terbatas, untuk itu mereka harus membagikannya dengan adil pada setiap
anggotanya. Pada kenyataannya adil dan tidak adil sering membuka perdebatan.
Konflik datang ketika anggota kelompok tidak setuju mengenai aturan yang
digunakan dalam membuat alokasi atau ketika standar tidak diterapkan secara
tidak adil. Standar dalam pembagian itu sendiri ada dua macam, yaitu:
ü
Equity norm adalah standar sosial yang mendorong
pembagian hadiah dan sumber daya untuk anggota yang sebanding dengan pemasukan
mereka.
Jadi, pembagian didasarkan atas apa
yang telah dia kerjakan, misalnya anggota yang paling giat bekerja maka akan
mendapatkan bagian yang lebih besar dari pada yang tidak giat.
ü
Equality norm adalah standar sosial yang mendorong
pembagian hadiah dan sumber daya dengan sama untuk semua anggota.
Jadi, pembagian dibagi sama rata untuk
semua anggota, tidak memandang bagimana pekerjaannya, semua mendapat bagian
yang sama.
Ø
Resource dilemma (social trap)
Adalah situasi yang mencobai individu
untuk bertindak dengan cara yang mulanya menguntungkan mereka tetapi akan
terbukti merugikan dalam waktu yang panjang, baik untuk mereka dan kelompok
secara keseluruhan. Misalnya saja seperti tindakan di mana anggota melakukan
kecurangan yang memang awalnya menguntungkan dia dan kelompok, namun suatu saat
nama apabila kecurangan itu telah diketahui oleh orang lain, maka hal ini dapat
menjelekkan nama baik seluruh keompoknya dan jelas itu sangat merugikan.
Ø
Contributing to the Group
Banyak pembelajaran dalam kelompok
yang mengerjakan tugas kolektif menemukan bahwa ada anggota yang tidak bekerja
sekeras apa yang mereka kerjakan ketika mereka bekerja kelompok, hal ini
dinamakan dengan free riding yang
mana dapat menyebabkan konflik dalam suatu kelompok. Misalnya saja dalam suatu
kelompok kerja di perkuliahan, ketika tugas terasa berat hanya ada satu anggota
yang merasa memiliki andil paling besar dari kelompok tersebut dan yang lain
hanya mengerjakan sedikit bagian. Hal ini akan muncul sebuah konflik di mana
ada rasa tidak terima karena ada unsure ketidak adilan dalam pengerjaan
tugasnya.
Ø
Sharing Blame and Fame
Setelah menyelesaikan tugasnya,
biasanya anggota kelompok sering memperselisihkan mengenai siapa yang
mendapatkan kredit dan siapa yang mendapatkan kesalahan. Group-serving itu di mana setelah sukses anggota mungkin akan
bersyukur dalam kelompoknya atas kerja yang baik, kalau gagal akan bersama
menyalahkan kekuatan dari luar dan tidak saling menyalahkan. Sedangkan self-serving itu adalah anggota
meletakkan mereka sebagai pribadi yang tidak pantas mengambil kredit untuk
kesuksesannya dan kesalahan satu sama lain untuk kelompok yang tidak
beruntung. Group-serving itu menyatukan
kelompok, sedangkan self-serving berkontribusi terhadap konflik.
f.
Social
categorization: perceiving us and them
Ingroup/
outgroup bias adalah
kecenderungan untuk melihat ingroup adalah anggota, dan produknya lebih positif
daripada outgroup. Umumnya ingroup
lebih favorit daripada outgroup. Meskipun kategorisasi adalah alat kognitif
yang penting untuk memahami diri kita sendiri dan orang lain, namun hal ini
dapat membatasi persepsi kita yang benar. Ketika kita memformulasikan kesan
kita pada yang lain dengan mengandalkan stereotip dan harapan, kita meremehkan
secara kompleks outgroup.kategorisasi
ini dapat menimbulkan suatu konflik dalam kelompok.
Untuk mengatasi categorization, ada
dua proses yang dapat dilakukan (Forsyth, 1999),
yaitu:
1.
Decategorization: interaksi personal
Ini adalah konsekuensi pertama dari categorization pada outgroup. Anggota dari –utgroup
cenderung diperlakukan berbeda. Untuk mengurangi ingroup bias dan depersonalization
dari anggota outgroup, hubungan di
antara kelompok yang berbeda wajib dilakukan. Memperhatikan kerekteristik
personal dari anggota outgroup
cenderung menolak pengkategorian stereotip dan mengurangi persepsi dari outgroups seperti kesatuan homogen.
2.
Recategorization:membangun identitas umun ingroup
Perhatian untuk perbedaan kategori
dapat meminimalkan pembentukan kelompok dengan identitas yang inklusif. Ini
difasilitasi dengan menugaskan anggota mayoritas dan minoritas pada peran yang
sama.
B. CONFRONTATION AND ESCALATION
Dalam suatu kelompok,
konflik diharapkan mencapai suatu solusi dengan cepat. Tetapi, konflik antar
anggota kelompok juga bisa menjadi faktor yang membuat upaya pengendalian
konflik tidak dapat dilakukan dengan baik. Dalam confrontation and escalation terdapat 6 hal yaitu, Uncertaintyà
Commitment, Perception
Misperception, Weak Tactics à Stronger Tactics, Reciprocity à
Upward Conflict Spiral, Few à
Many, dan Irritation
à Anger.
Uncertainty à
Commitment
Setiap Anggota kelompok menjadi lebih
berkomitmen dalam hal mempertahankan posisi mereka daripada memahami mengapa
posisi mereka diambil alih oleh orang lain. Dalam suatu konflik meskipun mereka
menyadari kesalahan mereka, tetapi, mereka tetap berdebat hanya untuk
menyelamatkan wibawa mereka. Orang-orang akan membenarkan pilihan mereka ketika
orang yang telah mereka pilih tersebut
telah menjadikan mereka sesuai dengan keinginan mereka. Selain itu mereka berusaha untuk mencari dan
mengumpulkan informasi sebanyak mungkin yang memungkinkan untuk mendukung
pandangan mereka mengenai suatu hal dan ketika mereka menemukan suatu informasi
yang dapat menyebabkan konflik antar anggota kelompok, mereka akan segera
menolak informasi mereka. Sehingga, Kedudukan mereka akan tetap dalam keadaan
semula tanpa ada perubahan.
Perception
à Misperception
Saat seseorang berkonflik dengan orang
lain, reaksi yang mereka timbulkan akan
berbeda-beda berdasarkan persepsi dan seseorang yang berada dalam situasi
tersebut. Jika antar anggota mengalami
perbedaan persepsi , mereka tidak akan mengubah perbedaan tesebut menjadi
konflik jika perbedaan tersebut menghasilkan suatu keputusan yang baik bagi
kelompok tersebut. Jika dalam setiap kelompok memiliki persepsi yang sama
anggota di dalamnya antar satu dengan yang dapat mengerti satu sama lain.
Tetapi, ada perceptual bias yang
dapat memutarbalikkan pemikiran dari orang lain, salah satunya adalah fundamental attribution error. Fundamental
attribution error merupakan pandangan
dari anggota kelompok terhadap perilaku orang lain yang disebabkan
oleh pribadinya bukan dari situasinya.
Weak
Tactics à Stronger Tactics
Kita mampu mempengaruhi orang dengan
berbagai cara seperti memberikan reward,
hukuman, ancaman, bernegosiasi, dan lain-lain. Tetapi, ada beberapa cara yang
yang dapat kita dijadikan sebagai taktik yang kuat untuk mempengaruhi orang
lain dibandingkan yang lain. Seseorang biasanya menggunakan taktik yang lemah
sebagai suatu permulaan konflik, tetapi, ketika konflik tersebut sudah memuncak
maka mereka akan mengubah taktik mereka yang lemah menjadi kuat bahkan sangat kuat.
Reciprocity à
Upward Conflict Spiral
Reciprocity
adalah saat dimana
orang yang pernah menolong kita meminta bantuan kita, kita balik membantu
mereka. Sehingga, dapat di katakan norma yang berlaku sama saat seseorang
menyakiti kita, maka, kita bisa menyakiti mereka kembali. Sehingga, dapat dikatakan bahwa reciprocity merupakan suatu balas budi,
dimana ketika dalam konflik menggunakan kekerasan maka orang lain juga dapat
menggunakan kekerasan untuk menyerang balik. Sebaliknya, jika dalam konflik
menggunakan cara yang baik, maka, mereka akan menyelesaikan dengan cara yang
baik.
Few à Many
Berkoalisi dengan kelompok lain merupakan hal yang marak
terjadi di banyak kelompok. Hal tersebut dilakukan untuk menambah kekuatan bagi
suatu kelompok untuk tujuan mengalahkan kelompok yang lain. Tetapi, kelompok koalisi juga memiliki
kontribusi yang sama dalam menimbulkan konflik. Sebab, ketika kelompok satu
dengan yang lain berkoalisi untuk menjatuhkan kelompok yang menjadi musuh
mereka maka, konflik yang terjadi akan semakin besar. Sebab, mereka melibatkan
kelompok lain untuk membuat masing-masing kelompok memiliki kekuatan yang besar
untuk menyelesaikan konflik.
Irritation
à
Anger
Tanda-tanda terjadinya sebuah konflik
adalah ketika emosi negative seseorang meningkat dan perselisihan
memuncak. Seseorang akan lebih mudah
mengeluarkan emosi negatifnya kepada seseorang yang mereka kenal dibandingkan
dengan orang asing atau orang yang baru mereka kenal. Di sebutkan juga bahwa
marah juga dapat mengakibatkan meningkatnya sisi negative dari konflik.
Escalation of Conflict
Konflik yang terjadi antar anggota
kelompok atau kelompok yang satu dengan yang lain, membutuhkan waktu yang lama
untuk berkembang. Sebab, suatu kelompok memiliki batasan untuk tidak menjadi
musuh dan lebih memilih untuk menghentikan konflik.
Conflict
and reciprocity
Dapat dikatakan bahwa mereka menjawab
suatu ancaman dengan acaman, kekerasan dengan kekerasan, dan begitu seterusnya.
Konflik dimulai dari sedikit gangguan dan ketidaknyamanan yang terus berlanjut
sehingga berubah menjadi suatu konflik.
Power
and Exploitation
Meskipun kompetisi menjadi penyebab
dari konflik yang terjadi antar anggota, namun, adanya dominasi dari satu
anggota terhadap anggota kelompok lain juga dapat menyebabkan konflik. Sebab,
mereka tidak hanya ingin mengontrol
kesempatan yang langka tetapi juga mengontrol yang lebih dari kelompok
lain.
Scapegoating
and conflict
Teori scapegoat mengatakan bahwa dalam konflik antar anggota kelompok,
tingkat kemarahan akan meningkat dalam diri seseorang ketika mereka mengalami
frustasi dan mereka akan mengeluarkannya dengan cara menyerang anggota kelompok
lain yang tidak berada dalam situasi tersebut sebagai respon atas rasa frustasi
dan ketidakpuasan yang dialami. Terkadang, kelompok minoritas menjadi korban
dari kelompok mayoritas, sehingga, terkadang dalam melampiaskan kekesalannya
kelompok minoritas akan melampiaskan ke kelompok yang lebih minortas lagi
dibandingkan dengan ke kelompok yang memiliki kekuasaan yang besar.
C. RESOLUSI
KONFLIK (CONFLICT RESOLUTION)
Di dalam kelompok, ada ketegangan yang
tidak dapat dipertahankan. Hal itu karena adanya sudut pandang yang kuat dari
setiap individu dalam kelompok. Ketegangan tersebut terjadi untuk mendapatkan
kembali kendali atas emosi mereka dan mematahkan spiral konflik. Ketika anggota
kelompok menghadapi masalah dan bekerja untuk menemukan solusi, konflik menjadi
suatu sumber daya bernilai daripada masalah yang harus dihilangkan. Contohnya,
dalam sebuah diskusi kelompok sedang membahas tentang artis siapa yang akan
didatangkan dari luar negeri untuk tampil di Indonesia. Masing-masing individu
memiliki pendapat untuk pilihan artis yang berbeda-beda. Dengan resolusi,
kelompok dapat membahasnya dengan bekerja sama untuk menemukan artis siapa yang
akan tampil di Indonesia. Cara-cara yang dapat dilakukan kelompok dalam
meredakan konflik adalah sebagai berikut:
·
Commitment
à
Negotiation
Konflik akan
meningkat jika anggota
kelompok menjadi tegas berkomitmen untuk posisi dan tidak mau mengalah, sedangkan konflik akan mereda ketika
anggota kelompok bersedia untuk bernegosiasi dengan pihak lain untuk mencapai
solusi yang menguntungkan semua pihak.
Negosiasi adalah proses komunikasi timbal balik dimana dua
atau lebih pihak yang bersengketa membahas masalah
tertentu, menjelaskan posisi mereka dan menawarkan pertukaran dan tawaran
balik.
Contoh dari proses negosiasi adalah dengan saling melihat
segi positif dan negatif dari tiap-tiap pendapat tiap individu di dalam
kelompok yang membahas tentang artis siapa yang akan ditampilkan di Indonesia.
Setelah
kedua belah pihak yang berkonflik menyelesaikan masalahnya dengan bernegosiasi,
selanjutnya kedua belah pihak bersama-sama mempertimbangkan
setiap masalah dan mencari solusi yang memuaskan kedua belah pihak (Johnson,2002). Jika satu masalah sudah
terselesaikan, masalah lainnya harus dinegosiasi pula.
Di
dalam menejemen konflik terdapat metode Graduated
and Reciprocal Initiative in Tension Reduction (GRIT) yang mengajarkan
keterampilan anggota kelompok untuk menyelesaikan konflik dengan menggunakan
negosiasi dan mediasi. Contohnya, setiap individu di dalam kelompok harus
memiliki keterampilan yang baik untuk melakukan proses negosiasi dan mediasi
untuk memilih artis yang akan tampil di Indonesia.
Di dalam suatu negosiasi mungkin
terjadi beberapa kemungkinan yang terjadi, di antaranya adalah sebagai berikut
(Spangler, 2003):
Ø
Win-win adalah situasi di mana setiap sisi
sengketa merasa menang. Hal ini terjadi ketika kedua belah pihak sama-sama
mendapatkan keuntungan dari skenario, jadi resolusi sebuah konflik diterima secara sukarela. Untuk mencapai
situasi ini biasanya dilakukan proses tawar-menawar melalui kerja sama kedua
belah pihak.
Ø
Win-Lose
adalah situasi di mana ketika hanya ada satu pihak yang merasa hasil yang
positif dan lainnya tidak. Jadi,
hasilnya cenderung
tidak diterima secara sukarela dan dapat menimbulkan konflik yang
berkepanjangan.
Ø
Lose-Lose berarti bahwa melalui proses
negosiasi malah membuat semua
pihak berakhir menjadi lebih buruk, sehingga semua merasa dirugikan.
Hal ini terjadi karena perundingan cenderung tidak menggunakan akal sehat dan
malah menggunakan emosi, sehingga tidak akan dapat menyelsaikan masalah.
·
Misperception
à
Understanding
Banyak konflik terjadi
karena didasarkan pada kesalahan persepsi. Orang sering menganggap bahwa orang
lain ingin bersaing
dengan mereka, padahal sebenarnya orang-orang lain hanya ingin bekerja sama. Mereka berpikir
bahwa orang yang mengkritik ide-ide mereka
adalah orang-orang yang mengkritik mereka secara pribadi. Mereka tidak
percaya orang lain karena merasa
yakin bahwa motif mereka adalah orang egois. Mereka menganggap tujuan
mereka tidak kompatibel, padahal sebenarnya mereka mencari hasil yang sama.
Setiap anggota kelompok harus menghapus kesalahpahaman
persepsi dengan aktif berkomunikasi tentang informasi serta mendiskusikan motif
dan tujuan mereka bersama. Komunikasi memang belum tentu menyelesaikan semua
konflik, namun dengan berkomunikasi, anggota kelompok menjadi dapat bertukar
informasi. Tidak jarang juga komunikasi dapat memunculkan penipuan.
Contohnya jika proses negosiasi untuk memilih artis siapa
yang akan tampil di Indonesia tidak terpenuhi dengan baik, akan terjadi
kesalahpahaman persepsi di antara individu dalam kelompok tersebut.
·
Strong
Tactics à Cooperative Tactics
Setiap anggota kelompok memiliki cara yang berbeda-beda
untuk menyelesaikan konflik. Beberapa ada yang tidak menganggap masalah dan
membiarkan masalah itu, terkadang ada yang mendiskusikan masalahnya, dan juga
ada yang menyelesaikan konflik dengan kemarahan.
Taktik yang digunakan orang untuk menangani konflik dapat
diklasifikasikan dalam empat kategori dasar
sebagai berikut:
a.
Menghindari
(Avoiding): Kelambanan,
penarikan “kalah-kalah”, sikap "tunggu dan
lihat", penolakan, penghindaran, keluar kelompok, meminimalkan kerugian
sendiri, perhatian yang rendah terhadap diri dan orang
lain. Contohnya, saat
salah satu individu memiliki pendapatnya sendiri bahwa ia ingin mendatangkan
artis dari Norwegia, namun tidak memperjuangkan pendapatnya itu dengan
sungguh-sungguh.
b.
Menghasilkan
(Yielding): Penerimaan,
menghaluskan, mengakomodasi,
menyerah, menghasilkan-kehilangan, memaksimalkan hasil orang lain, kepedulian yang rendah bagi diri dan perhatian
yang tinggi bagi orang lain.
Contohnya, walaupun salah satu individu memiliki pendapatnya bahwa ingin
mendatangkan artis dari Norwegia, namun lebih mengikuti pendapat individu lain
yang ingin mendatangkan artis dari Amerika.
c.
Melawan
(Fighting): Bersaing,
memaksa, mendominasi, berpendapat, menang-kalah, memaksimalkan hasil sendiri, peduli pada diri sendiri, perhatian
yang rendah pada orang lain. Contohnya, saat salah satu individu memiliki
pendapatnya sendiri bahwa ia ingin mendatangkan artis dari Norwegia, ia akan
sangat memperjuangkan pendapatnya tanpa menerima proses negosiasi.
d.
Bekerja
sama (Cooperating): Berbagi,
berkolaborasi, pemecahan masalah, menang-menang, sintesis, negosiasi,
memaksimalkan hasil bersama, kepedulian yang tinggi pada diri sendiri dan orang
lain. Contohnya, individu memiliki pendapatnya sendiri dan ia bisa menjalani
proses pemilihan artis tersebut dengan cara bernegosiasi dengan baik sehingga
memunculkan hasil bersama.
·
Upward
à
Downward Conflict Spirals
Tit-for-tat (TFT): Strategi
tawar-menawar yang dimulai dengan kerja sama, tapi kemudian meniru pilihan
orang lain setelah itu, kerjasama bertemu dengan kerjasama, persaingan dengan
persaingan.
Contohnya, negosiasi akan berjalan dengan baik jika
individu dapat melakukan proses itu dengan bekerja sama, namun persaingan akan
terjadi jika antar individu dalam kelompok saling tidak bisa melakukan proses
negosiasi.
·
Many
à
One
Pada pihak yang bermasalah, sebaiknya menggunakan pihak
ketiga sebagai mediator. Pihak ketiga secara umum dapat mengurangi konflik
dengan fungsi penting sebagai berikut:
a.
Pihak
ketiga akan dapat mengurangi
permusuhan dengan memberikan kesempatan kepada
kedua belah pihak untuk mengekspresikan diri sekaligus mengontrol diri.
b.
Jika
komunikasi pada kedua pihak yang berkonflik menjadi salah paham satu sama lain,
pihak ketiga dapat memperbaiki permasalahannya.
c.
Pihak
ketiga membantu menjaga nama baik dengan menyediakan sarana penerimaan
konsesi.
d.
Pihak ketiga dapat menyusun dan menawarkan usulan untuk
solusi alternatif agar dapat diterima oleh kedua belah pihak.
e.
Pihak
ketiga juga dapat memanipulasi aspek pertemuan, termasuk lokasi,
tempat duduk, formalitas komunikasi, keterbatasan waktu, peserta dan agenda.
f.
Pihak
ketiga dapat membimbing pihak yang berkonflik ke dalam proses penyelesaian
masalah.
·
Anger
à
Composure
Pada saat emosi sudah memuncak,
kelompok harus dapat mengontrol emosi mereka dengan humor. Humor dapat
memunculkan emosi yang positif yang tidak akan kompatibel dengan kemarahan.
Seseorang yang sedang marah akan diberi kesempatan untuk membalas dengan respon
yang lebih positif. Meminta maaf juga efektif untuk menghilangkan kemarahan dan
merupakan pengaturan konflik yang baik.
Contohnya, saat ketegangan atau
kemarahan dari tiap individu mulai memuncak, ada baiknya jika kelompok tersebut
dapat mengontrol diri untuk mengurangi ketegangan emosi dengan cara saling
meminta maaf atau memunculkan sedikit humor.
DAFTAR PUSTAKA
Forsyth, D. L. (1999).Group
dynamics 3th ed. New York: Brooks/Cole. Wadsworth. An International Thomson
Publishing.
Johnson, W. F. & Johnson, F. P.
(2000). Joining together: group theory
and group skills 11th ed. Tokyo: Allyn & Bacon, Inc.
Spangler, B. (2003). Win-win, win-lose, and lose-lose. Diunduh
pada 14 Maret 2012, dari http://www.beyondintractability.org/node/2636.
0 comments:
Post a Comment