RSS
Facebook
Twitter

Tuesday, December 11, 2012

Konflik


Sikus konflik (dapat dilihat pada gambar 1.) terjadi ketika interaksi rutin suatu kelompok terganggu oleh ketidaksetujuan, perselisihan, dan pergesekan di antara anggota. Konflik sering meningkat ketika para anggota kelompok semakin terlibat. 

A.        DEFINISI KONFLIK
Dalam kelompok tidak menutup kemungkinan dapat terjadinya sebuah konflik. Konflik itu sendiri adalah ketidaksetujuan, perselisihan, dan pergesekan yang terjadi ketika  tindakan atau keyakinan satu atau lebih anggota kelompok tidak diterima dan ditolak oleh satu atau lebih anggota kelompok yang lain (Forsyth, 1999). misalnya saja, ada perbedaan pendapat antara anggota yang satu dengan yang lain, di mana masing-masing anggota sama-sama tidak mau mengalah, maka hal ini dapat memicu munculnya sebuah konflik dalam suatu kelompok. Selain dapat terjadi di dalam anggota suatu kelompok itu sendiri (intragroup conflict),konflik juga dapoat terjadi antar kelompok (intergroup conflict). Dalam hal ini, kami akan lebih membahas permasalahan yang terjadi di dalam kelompok itu sendiri. Tapi tidak semua konflik itu berbahaya. Selama konflik dapat diselesaikan, hal ini menjadi fungsi yang baik dan tetap mengeratkan hubungan yang baik dalam kelompok (Johnson, 2002).

a.      Jenis-jenis Konflik
Menurutj jenisnya konflik ada dua macam (Johnson, 2002), yaitu :
1)    Negative Conflict
Konflik ini merupakan konflik yang terjadi di dalam suatu kelompok dimana konflik tersebut sering dihindari dan disembunyikan. Adanya konflik ini justru akan membuat kelompok mengalami kemunduran.
Misalnya saja, perselisihan yang terjadi di antara anggota yang mana akhirnya berdampak pada performa kerja anggota kelompok menjadi buruk.
2)    Positive Conflict
Konflik ini merupakan konflik yang memberikan ruang untuk anggota yang ada di dalam suatu kelompok agar dapat lebih berkembang.
Misalnya saja, ada persaingan antar anggota kelompok yang nantinya membuat anggota kelompok bersaing untuk mendapatkan hasil yang terbaik, sehingga hal ini nantinya mampu membawa kelompok pada hasil kerja yang lebih baik karena anggota kelompok lebih termotivasi untuk bekerja.


Perbedaan Negative Conflict dan Positive conflict
Negative Conflict
Positive Conflict
Memandang konflik sebagai kesatuan.
Mengenali berbagai macam jenis konflik.
Memandang konflik sebagai sebuah masalah.
Memandang konflik sebagai bagian dari cara penyelesaian.
Dihindari, disembunyikan.
Mencari tahu dan mendorong konflik.
Memercayai bahwa konflik itu membawa kehancuran.
Memercayai bahwa konflik itu berpotensi konstruktif.
Konflik tidak membawa nilai apapun
Dapat mempelajari banyak nilai dari konflik.
Konflik meciptakan kecemasan dan keadaan defensif.
Konflik menciptakan kegembiraan, minat, dan fokus.
Individu mencoba untuk “menang”
Individu mencoba untuk “menyelesaikan masalah.

b.         Akar dari Konflik
Menurut Witteman, kebanyakan orang memilih untuk menghindari situasi yang penuh dengan konflik (dalam Forsyth, 1999), namun konflik itu adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari dalam suatu kelompok. Berikut ini adalah beberapa penyebab munculnya suatu konflik.
a.    Ketidakpuasan dan Ketidaksetujuan
Guetzkow & Gyr menjelaskan bahwa konflik personal sering juga disebut dengan konflik afektif, konflik kepribadian, atau konflik emosional yang merupakan akar masalah dari individu yang juga berdampak pada anggota kelompok lain. Pribadi menyukai atau tidak menyukai, tidak selalu diartikan menjadi konflik kelompok, tetapi orang sering menyebutnya dengan ketidakpuasan terhadap anggota kelompok yang lain ketika mereka protes pada kelompok mereka. Jadi, personal conflict adalah perselisihan interpersonal yang terjadi ketika anggota kelompok tidak menyukai anggota lain.
Banyak faktor yang menjadikan ketidakpuasan sebagai peningkatan konflik.
1.    Orang biasanya menjelaskan masalah mereka dengan menyalahkan orang lain sebagai seseorang yang memiliki pribadi yang berkualitas negatif, pemurung, kompulsif, tidak berkompeten, kesulitan dalam berkomunikasi, dan ceroboh.
Misalnya, ada seorang kelompok yang membuat suatu kesalahan, namun dia tidak mengakui kesalahannya dan malah mengkambing hitamkan anggota lain yang mungkin tidak disukainya. Ini akan menimbulkan konflik, di mana ada pihak yang merasa dirugikan.
2.     Orang biasanya tidak menyukai yang lain, akan mengevaluasi mereka secara negatif, mengkritik bahkan ketika sudah pantas dapat menimbulkan konflik.
Misalnya, orang akan cenderung menilai buruk orang yang menjadi saingannya atau orang yang pernah menyakitinya, sekalipun sebenaranya orang tersebut sudah bersikap baik. Apabila pihak yang dianggap buruk ini tidak terima, maka dapat memunculkan konflik.
3.    Anggota kelompok yang biasanya memperlakukan yang lain dengan tidak adil atau tidak sopan juga dapat menimbulkan konflik.
Misalnya, suatu anggota yang seringkali diperlakukan semena-mena lama kelamaan juga akan timbul rasa tidak terima, timbulah aksi protes yang nantinya akan menimbulkan suatu konflik dalam kelompok.
4.    Kelompok yang memiliki lebih besar keragaman lebih banyak menimbulkan konflik daripada yang homogen.
Misalnya, kelompok yang anggotanya terdiri dari berbagai macam suku budaya yang berbeda mempunyai pandangan-pandangan sendiri yang satu sama lainnya berbeda, ini akan lebih banyak menyebabkan konflik karena akan sering kali terjadi perbedaan pendapat yang mungkin akan lebih banyak menimbulkan perdebatan.

b.  Substantive Conflict
Substantive conflict adalah ketidaksetujuan atas masalah yang relevan dengan tujuan kelompok dan hasilnya. Ini terjadi ketika orang sedang mendiskusikan masalah dan tujuan mereka, kadang terjadilah ketidaksetujuan analisis satu dengan yang lain.  Hal ini sebenarnya terkait dengan kelompok kerja, di mana kelompok dan organisasi menggunakannya untuk membuat rancangan, meningkatkan kreatifitas, menyelesaikan masalah, memutuskan  masalah, menyelesaikan konflik dari sudut pandang. Konflik substantif membantu kelompok untuk mencapai tujuan mereka, mengubah konflik yang bersifat pribadi  menjadi personal conflict.

c.    Procedural Conflict
Terjadi ketika strategi, kebijakan dan metode yang digunakan pada suatu kelompok mengalami bentrok. Procedural conflict adalah ketidaksetujuan atas metode kelompok yang digunakan untuk melengkapi tugas dasar. Pemimpin suatu kelompok mungkin membuat keputusan dan memulai tindakan tanpa konsultasi kelompok, tetapi mungkin kelompok menjadi kesal jika tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
d.    Competition and Conflict
Dalam teori Realistic conflict dikatakan bahwa konflik yang terjadi antar anggota kelompok disebabkan adanya kompetisi yang terjadi diantara mereka karena adanya keterbatasan sumber daya tertentu seperti kekuasaan, sumber daya alam, dan lain-lain (Forsyth, 1999). Suatu kelompok akan mengambil langkah-langkah yang mereka butuhkan untuk mencapai tujuan mereka dan mengahalangi kelompok lain untuk mencapai tujuan mereka.
Competition adalah suatu situasi kinerja yang disusun sedemikian rupa sehingga salah satu anggota kelompok yang sukses dan yang lain gagal (Johnson 2002). Misalnya saja, di dalam sebuah tim dance, akan tampak ada seorang anggota yang terlihat paling menonjol di antara anggota yang lain. ini dapat menjadi konflik ketika suatu saat ada anggota lain yang ternyata menjadi lebih baik dari dirinya. Namun sebaliknya, hal ini sebenarnya dapat menjadi positif ketika ada rasa kompetisi di antara anggota yang membuat masing-masing dari mereka menjadi berlatih semakin giat, sehingga tim mereka dapat menampilkan performa yang baik. Maka akan terciptalah suatu kondisi cooperation di mana kesuksesan salah satu anggota kelompok akan  memungkinkan meningkatnya indikator kesuksesan anggota lain. Hanya sedikit situasi yang melibatkan secara murni cooperation atau murni competition, biasanya motif yang ada didasari atas percampuran kedua hal tersebut.
Setiap individu mempunyai nilai-nilai orientasi masing-masing, yang mana ada tiga dasar orientasi nilai sosial yang mendasarinya, nilai-nilai itu sebagai berikut.
1.    Competitor: dimotivasi untuk memaksimalkan hasil sendiri dan meminimalkan hasil yang lain, melihat ketidaksetujuan sebagai situasi kalah-menang.
Orang yang memiliki nilai ini cenderung untuk bersaing untuk kepentingannya sendiri, di mana ia ingin menonjol di antara anggota kelompok yang lain.
2.    Cooperator: dimotivasi untuk memaksimalkan hasil bersama (berusaha untuk memaksimalkan hasil sendiri dan orang lain), mengusahakan solusi menang-menang pada ketidaksetujuan.
Orang yang memiliki nilai ini, cenderung lebih mengutamakan kebersamaan, di mana dia tidak hanya memikirkan diri sendiri, namun juga berusaha membantu anggota yang lain supaya nantinya mampu mendapatkan kesuksesan bersama.
3.    Individualist: dimotivasi hanya untuk memaksimalkan hasil sendiri, membantu atau merugikan yang lain jika tindakan meningkatkan hasil sendiri, mengusahakan tujuan sendiri.
Orang dengan nilai seperti ini, akan berusaha menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan kesuksesan bagi dirinya sendiri.
e.    Social Dilemmas
Situasi interpersonal di mana individu harus memilih di antara memaksimalkan hasil pribadi dan meminimalkan hasil kelompoknya. Konflik akan muncul ketika ada motif individual dalam suatu kelompok, karena hal tersebut akan membuat ketidakseimbangan dalam suatu kelompok. Hal ini dapat terjadi dalam situasi sebagai berikut.
Ø  Pembagian Sumber Daya
Setiap kelompok mempunyai sumber daya yang terbatas, untuk itu mereka harus membagikannya dengan adil pada setiap anggotanya. Pada kenyataannya adil dan tidak adil sering membuka perdebatan. Konflik datang ketika anggota kelompok tidak setuju mengenai aturan yang digunakan dalam membuat alokasi atau ketika standar tidak diterapkan secara tidak adil. Standar dalam pembagian itu sendiri ada dua macam, yaitu:
ü  Equity norm adalah standar sosial yang mendorong pembagian hadiah dan sumber daya untuk anggota yang sebanding dengan pemasukan mereka.
Jadi, pembagian didasarkan atas apa yang telah dia kerjakan, misalnya anggota yang paling giat bekerja maka akan mendapatkan bagian yang lebih besar dari pada yang tidak giat.
ü  Equality norm adalah standar sosial yang mendorong pembagian hadiah dan sumber daya dengan sama untuk semua anggota.
Jadi, pembagian dibagi sama rata untuk semua anggota, tidak memandang bagimana pekerjaannya, semua mendapat bagian yang sama.

Ø  Resource dilemma (social trap)
Adalah situasi yang mencobai individu untuk bertindak dengan cara yang mulanya menguntungkan mereka tetapi akan terbukti merugikan dalam waktu yang panjang, baik untuk mereka dan kelompok secara keseluruhan. Misalnya saja seperti tindakan di mana anggota melakukan kecurangan yang memang awalnya menguntungkan dia dan kelompok, namun suatu saat nama apabila kecurangan itu telah diketahui oleh orang lain, maka hal ini dapat menjelekkan nama baik seluruh keompoknya dan jelas itu sangat merugikan.
Ø  Contributing to the Group
Banyak pembelajaran dalam kelompok yang mengerjakan tugas kolektif menemukan bahwa ada anggota yang tidak bekerja sekeras apa yang mereka kerjakan ketika mereka bekerja kelompok, hal ini dinamakan dengan free riding yang mana dapat menyebabkan konflik dalam suatu kelompok. Misalnya saja dalam suatu kelompok kerja di perkuliahan, ketika tugas terasa berat hanya ada satu anggota yang merasa memiliki andil paling besar dari kelompok tersebut dan yang lain hanya mengerjakan sedikit bagian. Hal ini akan muncul sebuah konflik di mana ada rasa tidak terima karena ada unsure ketidak adilan dalam pengerjaan tugasnya.
Ø  Sharing Blame and Fame
Setelah menyelesaikan tugasnya, biasanya anggota kelompok sering memperselisihkan mengenai siapa yang mendapatkan kredit dan siapa yang mendapatkan kesalahan. Group-serving itu di mana setelah sukses anggota mungkin akan bersyukur dalam kelompoknya atas kerja yang baik, kalau gagal akan bersama menyalahkan kekuatan dari luar dan tidak saling menyalahkan. Sedangkan self-serving itu adalah anggota meletakkan mereka sebagai pribadi yang tidak pantas mengambil kredit untuk kesuksesannya dan kesalahan satu sama lain untuk kelompok yang tidak beruntung.  Group-serving itu menyatukan kelompok, sedangkan self-serving berkontribusi terhadap konflik. 
f.     Social categorization: perceiving us and them
Ingroup/ outgroup bias adalah kecenderungan untuk melihat ingroup adalah anggota, dan produknya lebih positif daripada outgroup. Umumnya ingroup lebih favorit daripada outgroup. Meskipun kategorisasi adalah alat kognitif yang penting untuk memahami diri kita sendiri dan orang lain, namun hal ini dapat membatasi persepsi kita yang benar. Ketika kita memformulasikan kesan kita pada yang lain dengan mengandalkan stereotip dan harapan, kita meremehkan secara kompleks outgroup.kategorisasi ini dapat menimbulkan suatu konflik dalam kelompok.
Untuk mengatasi categorization, ada dua proses yang dapat dilakukan (Forsyth, 1999), yaitu:
1.    Decategorization: interaksi personal
Ini adalah konsekuensi pertama dari categorization pada outgroup. Anggota dari ­–utgroup cenderung diperlakukan berbeda. Untuk mengurangi ingroup bias dan depersonalization dari anggota outgroup, hubungan di antara kelompok yang berbeda wajib dilakukan. Memperhatikan kerekteristik personal dari anggota outgroup cenderung menolak pengkategorian stereotip dan mengurangi persepsi dari outgroups seperti kesatuan homogen.
2.    Recategorization:membangun identitas umun ingroup
Perhatian untuk perbedaan kategori dapat meminimalkan pembentukan kelompok dengan identitas yang inklusif. Ini difasilitasi dengan menugaskan anggota mayoritas dan minoritas pada peran yang sama.

B.     CONFRONTATION AND ESCALATION
Dalam suatu kelompok, konflik diharapkan mencapai suatu solusi dengan cepat. Tetapi, konflik antar anggota kelompok juga bisa menjadi faktor yang membuat upaya pengendalian konflik tidak dapat dilakukan dengan baik. Dalam confrontation and escalation  terdapat 6 hal yaitu, Uncertaintyà Commitment, Perception       Misperception, Weak Tactics   à   Stronger Tactics, Reciprocity   à   Upward Conflict Spiral, Few à     Many, dan Irritation   à    Anger.
Uncertainty  à  Commitment
 Setiap Anggota kelompok menjadi lebih berkomitmen dalam hal mempertahankan posisi mereka daripada memahami mengapa posisi mereka diambil alih oleh orang lain. Dalam suatu konflik meskipun mereka menyadari kesalahan mereka, tetapi, mereka tetap berdebat hanya untuk menyelamatkan wibawa mereka. Orang-orang akan membenarkan pilihan mereka ketika orang yang telah mereka pilih  tersebut telah menjadikan mereka sesuai dengan keinginan mereka.  Selain itu mereka berusaha untuk mencari dan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin yang memungkinkan untuk mendukung pandangan mereka mengenai suatu hal dan ketika mereka menemukan suatu informasi yang dapat menyebabkan konflik antar anggota kelompok, mereka akan segera menolak informasi mereka. Sehingga, Kedudukan mereka akan tetap dalam keadaan semula tanpa ada perubahan.


Perception à  Misperception
Saat seseorang berkonflik dengan orang lain, reaksi yang mereka timbulkan  akan berbeda-beda berdasarkan persepsi dan seseorang yang berada dalam situasi tersebut.  Jika antar anggota mengalami perbedaan persepsi , mereka tidak akan mengubah perbedaan tesebut menjadi konflik jika perbedaan tersebut menghasilkan suatu keputusan yang baik bagi kelompok tersebut. Jika dalam setiap kelompok memiliki persepsi yang sama anggota di dalamnya antar satu dengan yang dapat mengerti satu sama lain. Tetapi, ada perceptual bias yang dapat memutarbalikkan pemikiran dari orang lain, salah satunya adalah fundamental attribution errorFundamental attribution error merupakan pandangan  dari anggota kelompok terhadap perilaku orang lain yang disebabkan oleh  pribadinya bukan dari situasinya.
 Weak Tactics    à  Stronger Tactics
Kita mampu mempengaruhi orang dengan berbagai cara seperti memberikan reward, hukuman, ancaman, bernegosiasi, dan lain-lain. Tetapi, ada beberapa cara yang yang dapat kita dijadikan sebagai taktik yang kuat untuk mempengaruhi orang lain dibandingkan yang lain. Seseorang biasanya menggunakan taktik yang lemah sebagai suatu permulaan konflik, tetapi, ketika konflik tersebut sudah memuncak maka mereka akan mengubah taktik mereka yang lemah menjadi  kuat bahkan sangat kuat.
Reciprocity  à   Upward Conflict Spiral
Reciprocity adalah saat dimana orang yang pernah menolong kita meminta bantuan kita, kita balik membantu mereka. Sehingga, dapat di katakan norma yang berlaku sama saat seseorang menyakiti kita, maka, kita bisa menyakiti mereka kembali.  Sehingga, dapat dikatakan bahwa reciprocity merupakan suatu balas budi, dimana ketika dalam konflik menggunakan kekerasan maka orang lain juga dapat menggunakan kekerasan untuk menyerang balik. Sebaliknya, jika dalam konflik menggunakan cara yang baik, maka, mereka akan menyelesaikan dengan cara yang baik.
 Few   à   Many
Berkoalisi  dengan kelompok lain merupakan hal yang marak terjadi di banyak kelompok. Hal tersebut dilakukan untuk menambah kekuatan bagi suatu kelompok untuk tujuan mengalahkan kelompok yang lain.  Tetapi, kelompok koalisi juga memiliki kontribusi yang sama dalam menimbulkan konflik. Sebab, ketika kelompok satu dengan yang lain berkoalisi untuk menjatuhkan kelompok yang menjadi musuh mereka maka, konflik yang terjadi akan semakin besar. Sebab, mereka melibatkan kelompok lain untuk membuat masing-masing kelompok memiliki kekuatan yang besar untuk menyelesaikan konflik.
Irritation à Anger
Tanda-tanda terjadinya sebuah konflik adalah ketika emosi negative seseorang meningkat dan perselisihan memuncak.  Seseorang akan lebih mudah mengeluarkan emosi negatifnya kepada seseorang yang mereka kenal dibandingkan dengan orang asing atau orang yang baru mereka kenal. Di sebutkan juga bahwa marah juga dapat mengakibatkan meningkatnya sisi negative dari konflik.
Escalation of Conflict
Konflik yang terjadi antar anggota kelompok atau kelompok yang satu dengan yang lain, membutuhkan waktu yang lama untuk berkembang. Sebab, suatu kelompok memiliki batasan untuk tidak menjadi musuh dan lebih memilih untuk menghentikan konflik.
Conflict and reciprocity
Dapat dikatakan bahwa mereka menjawab suatu ancaman dengan acaman, kekerasan dengan kekerasan, dan begitu seterusnya. Konflik dimulai dari sedikit gangguan dan ketidaknyamanan yang terus berlanjut sehingga berubah menjadi suatu konflik. 

Power and Exploitation
Meskipun kompetisi menjadi penyebab dari konflik yang terjadi antar anggota, namun, adanya dominasi dari satu anggota terhadap anggota kelompok lain juga dapat menyebabkan konflik. Sebab, mereka tidak hanya ingin mengontrol  kesempatan yang langka tetapi juga mengontrol yang lebih dari kelompok lain. 
Scapegoating and conflict
Teori scapegoat mengatakan bahwa dalam konflik antar anggota kelompok, tingkat kemarahan akan meningkat dalam diri seseorang ketika mereka mengalami frustasi dan mereka akan mengeluarkannya dengan cara menyerang anggota kelompok lain yang tidak berada dalam situasi tersebut sebagai respon atas rasa frustasi dan ketidakpuasan yang dialami. Terkadang, kelompok minoritas menjadi korban dari kelompok mayoritas, sehingga, terkadang dalam melampiaskan kekesalannya kelompok minoritas akan melampiaskan ke kelompok yang lebih minortas lagi dibandingkan dengan ke kelompok yang memiliki kekuasaan yang besar.
C.     RESOLUSI KONFLIK (CONFLICT RESOLUTION)
Di dalam kelompok, ada ketegangan yang tidak dapat dipertahankan. Hal itu karena adanya sudut pandang yang kuat dari setiap individu dalam kelompok. Ketegangan tersebut terjadi untuk mendapatkan kembali kendali atas emosi mereka dan mematahkan spiral konflik. Ketika anggota kelompok menghadapi masalah dan bekerja untuk menemukan solusi, konflik menjadi suatu sumber daya bernilai daripada masalah yang harus dihilangkan. Contohnya, dalam sebuah diskusi kelompok sedang membahas tentang artis siapa yang akan didatangkan dari luar negeri untuk tampil di Indonesia. Masing-masing individu memiliki pendapat untuk pilihan artis yang berbeda-beda. Dengan resolusi, kelompok dapat membahasnya dengan bekerja sama untuk menemukan artis siapa yang akan tampil di Indonesia. Cara-cara yang dapat dilakukan kelompok dalam meredakan konflik adalah sebagai berikut:

·         Commitment à Negotiation
Konflik akan meningkat jika anggota kelompok menjadi tegas berkomitmen untuk posisi dan tidak mau mengalah, sedangkan konflik akan mereda ketika anggota kelompok bersedia untuk bernegosiasi dengan pihak lain untuk mencapai solusi yang menguntungkan semua pihak.
Negosiasi adalah proses komunikasi timbal balik dimana dua atau lebih pihak yang bersengketa membahas masalah tertentu, menjelaskan posisi mereka dan menawarkan pertukaran dan tawaran balik.
Contoh dari proses negosiasi adalah dengan saling melihat segi positif dan negatif dari tiap-tiap pendapat tiap individu di dalam kelompok yang membahas tentang artis siapa yang akan ditampilkan di Indonesia.
Setelah kedua belah pihak yang berkonflik menyelesaikan masalahnya dengan bernegosiasi, selanjutnya kedua belah pihak bersama-sama mempertimbangkan setiap masalah dan mencari solusi yang memuaskan kedua belah pihak (Johnson,2002). Jika satu masalah sudah terselesaikan, masalah lainnya harus dinegosiasi pula.
Di dalam menejemen konflik terdapat metode Graduated and Reciprocal Initiative in Tension Reduction (GRIT) yang mengajarkan keterampilan anggota kelompok untuk menyelesaikan konflik dengan menggunakan negosiasi dan mediasi. Contohnya, setiap individu di dalam kelompok harus memiliki keterampilan yang baik untuk melakukan proses negosiasi dan mediasi untuk memilih artis yang akan tampil di Indonesia.
Di dalam suatu negosiasi mungkin terjadi beberapa kemungkinan yang terjadi, di antaranya adalah sebagai berikut (Spangler, 2003):
Ø  Win-win adalah situasi di mana setiap sisi sengketa merasa menang. Hal ini terjadi ketika kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan dari skenario, jadi resolusi sebuah konflik  diterima secara sukarela. Untuk mencapai situasi ini biasanya dilakukan proses tawar-menawar melalui kerja sama kedua belah pihak.
Ø  Win-Lose adalah situasi di mana ketika hanya ada satu pihak yang merasa hasil yang positif dan lainnya tidak.  Jadi, hasilnya cenderung tidak diterima secara sukarela dan dapat menimbulkan konflik yang berkepanjangan.
Ø  Lose-Lose berarti bahwa melalui proses negosiasi malah membuat semua pihak berakhir menjadi lebih buruk, sehingga semua merasa dirugikan. Hal ini terjadi karena perundingan cenderung tidak menggunakan akal sehat dan malah menggunakan emosi, sehingga tidak akan dapat menyelsaikan masalah.
·         Misperception à Understanding
Banyak konflik terjadi karena didasarkan pada kesalahan persepsi. Orang sering menganggap bahwa orang lain ingin bersaing dengan mereka, padahal sebenarnya orang-orang lain hanya ingin bekerja sama. Mereka berpikir bahwa orang yang mengkritik ide-ide mereka adalah orang-orang yang mengkritik mereka secara pribadi. Mereka tidak percaya orang lain karena merasa yakin bahwa motif mereka adalah orang egois. Mereka menganggap tujuan mereka tidak kompatibel, padahal sebenarnya mereka mencari hasil yang sama.
Setiap anggota kelompok harus menghapus kesalahpahaman persepsi dengan aktif berkomunikasi tentang informasi serta mendiskusikan motif dan tujuan mereka bersama. Komunikasi memang belum tentu menyelesaikan semua konflik, namun dengan berkomunikasi, anggota kelompok menjadi dapat bertukar informasi. Tidak jarang juga komunikasi dapat memunculkan penipuan.
Contohnya jika proses negosiasi untuk memilih artis siapa yang akan tampil di Indonesia tidak terpenuhi dengan baik, akan terjadi kesalahpahaman persepsi di antara individu dalam kelompok tersebut.

·         Strong Tactics à Cooperative Tactics
Setiap anggota kelompok memiliki cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikan konflik. Beberapa ada yang tidak menganggap masalah dan membiarkan masalah itu, terkadang ada yang mendiskusikan masalahnya, dan juga ada yang menyelesaikan konflik dengan kemarahan.
Taktik yang digunakan orang untuk menangani konflik dapat diklasifikasikan dalam empat kategori dasar sebagai berikut:
a.    Menghindari (Avoiding): Kelambanan, penarikan kalah-kalah, sikap "tunggu dan lihat", penolakan, penghindaran, keluar kelompok, meminimalkan kerugian sendiri, perhatian yang rendah terhadap diri dan orang lain. Contohnya, saat salah satu individu memiliki pendapatnya sendiri bahwa ia ingin mendatangkan artis dari Norwegia, namun tidak memperjuangkan pendapatnya itu dengan sungguh-sungguh.
b.    Menghasilkan (Yielding): Penerimaan, menghaluskan, mengakomodasi, menyerah, menghasilkan-kehilangan, memaksimalkan hasil orang lain, kepedulian yang rendah bagi diri dan perhatian yang tinggi bagi orang lain. Contohnya, walaupun salah satu individu memiliki pendapatnya bahwa ingin mendatangkan artis dari Norwegia, namun lebih mengikuti pendapat individu lain yang ingin mendatangkan artis dari Amerika.
c.    Melawan (Fighting): Bersaing, memaksa, mendominasi, berpendapat, menang-kalah, memaksimalkan hasil sendiri, peduli pada diri sendiri, perhatian yang rendah pada orang lain. Contohnya, saat salah satu individu memiliki pendapatnya sendiri bahwa ia ingin mendatangkan artis dari Norwegia, ia akan sangat memperjuangkan pendapatnya tanpa menerima proses negosiasi.
d.    Bekerja sama (Cooperating): Berbagi, berkolaborasi, pemecahan masalah, menang-menang, sintesis, negosiasi, memaksimalkan hasil bersama, kepedulian yang tinggi pada diri sendiri dan orang lain. Contohnya, individu memiliki pendapatnya sendiri dan ia bisa menjalani proses pemilihan artis tersebut dengan cara bernegosiasi dengan baik sehingga memunculkan hasil bersama.

·         Upward à Downward Conflict Spirals
Tit-for-tat (TFT): Strategi tawar-menawar yang dimulai dengan kerja sama, tapi kemudian meniru pilihan orang lain setelah itu, kerjasama bertemu dengan kerjasama, persaingan dengan persaingan.
Contohnya, negosiasi akan berjalan dengan baik jika individu dapat melakukan proses itu dengan bekerja sama, namun persaingan akan terjadi jika antar individu dalam kelompok saling tidak bisa melakukan proses negosiasi.

·         Many à One
Pada pihak yang bermasalah, sebaiknya menggunakan pihak ketiga sebagai mediator. Pihak ketiga secara umum dapat mengurangi konflik dengan fungsi penting sebagai berikut:
a.    Pihak ketiga akan dapat mengurangi permusuhan dengan memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk mengekspresikan diri sekaligus mengontrol diri.
b.    Jika komunikasi pada kedua pihak yang berkonflik menjadi salah paham satu sama lain, pihak ketiga dapat memperbaiki permasalahannya.
c.    Pihak ketiga membantu menjaga nama baik dengan menyediakan sarana penerimaan konsesi.
d.    Pihak ketiga dapat menyusun dan menawarkan usulan untuk solusi alternatif agar dapat diterima oleh kedua belah pihak.
e.    Pihak ketiga juga dapat memanipulasi aspek pertemuan, termasuk lokasi, tempat duduk, formalitas komunikasi, keterbatasan waktu, peserta dan agenda.
f.     Pihak ketiga dapat membimbing pihak yang berkonflik ke dalam proses penyelesaian masalah.

·         Anger à Composure
Pada saat emosi sudah memuncak, kelompok harus dapat mengontrol emosi mereka dengan humor. Humor dapat memunculkan emosi yang positif yang tidak akan kompatibel dengan kemarahan. Seseorang yang sedang marah akan diberi kesempatan untuk membalas dengan respon yang lebih positif. Meminta maaf juga efektif untuk menghilangkan kemarahan dan merupakan pengaturan konflik yang baik.
Contohnya, saat ketegangan atau kemarahan dari tiap individu mulai memuncak, ada baiknya jika kelompok tersebut dapat mengontrol diri untuk mengurangi ketegangan emosi dengan cara saling meminta maaf atau memunculkan sedikit humor.


DAFTAR PUSTAKA
Forsyth, D. L. (1999).Group dynamics 3th ed. New York: Brooks/Cole. Wadsworth. An International Thomson Publishing.
Johnson, W. F. & Johnson, F. P. (2000). Joining together: group theory and group skills 11th ed. Tokyo: Allyn & Bacon, Inc.
Spangler, B. (2003). Win-win, win-lose, and lose-lose. Diunduh pada 14 Maret 2012, dari http://www.beyondintractability.org/node/2636.



0 comments:

Post a Comment

  • Categories

  • Unordered List

  • Editor-in-Chief

    the webmistress designer: Dewi Content: Pur Riska Rika Jun Dewi Grace Gloria Reza